Para narasumber dalam diskusi
Metronewsntt.com, Kupang- ""Media massa dapat menjadi instrumen penting dalam meningkatkan kesadaran dan mengubah cara pandang melawan stigma dan disinformasi terhadap disabilitas dan kelompok rentan lainnya.""
Demikian disampaikan jAna Djukana yang merupakan pengurus AJI Pusat pada Divisi Gender, Anak, dan Kelompok Marjinal dalam materinhya "peran media dalam upaya pengarusutamaan GEDSI di NTT " pada kegiatan diskusi yang digelarGARAMIN NTT melalui program SOLIDER SIGAB Indonesia yang didukung oleh Program INKLUSI mengelar diskusi bersama media dalam rangka mendukung pengarusutamaan gender, disabilitas dan inklusi sosial (GEDSI) di NTT bersama media.
Diskusi yang berlangsung di Hotel Neo Aston, Rabu, (27 /9/2023) kepada peserta yang terdiri dari para jurnalis dari berbagai.media baik cetak, online, TV, radio, kades dan fasilitator desa, Ia menjelaskan media dapat menjadi kekuatan untuk mengubah kesalahpahaman masyarakat dalam menampilkan penyandang disabiilitas dan kelompok rentan lainnya sebagai bagian dari umat manusia.
Pada umumnya, difabel kelompok rentan lainnya masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat adalah orang yang memiliki keterbelakangan. Padahal, setiap penyandang disabilitas bisa memiliki kesempatan yang sama dalam pembangunan di daerah.
Namun, lanjutnya, kultur dalam masyarakat dikonstruksikan media dengan mengasumsikan disabilitas itu identik dengan belas kasihan sehingga harus mendapat bantuan, ketidaksempurnaan fisik (kerusakan) sakit, aneh, kutukan, akibat dosa dan membuat beban dalam keluarga dan masyarakat.
" Dan Issue disabilitas diangap bukan sebagai issue yang seksi, karena asumsi media selama ini issue ini kalau diliput dan diberitakan tidak menjadi perhatian publik untuk membaca atau menonton. Padahal issue disabilitas adalah issue kemanusiaan yang jika direncanakan liputan dengan baik dan ditulis dalam bentuk feature atau tulisan mendalam akan membuat pembaca tertarik membacanya," jelasnya.
Sedangkan Rammy A. Kadiwano dari Dinas Kominfo NTT dengan materi "peran pemerintah dalam mendukung pengarusutamaan GEDSI di NTT melalui media pemerintah menjelaskan, penyandang disabilitas membutuhkan suatu penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-haknya. Khususnya berkaitan dengan hak untuk berekspresi, berkomunikasi, sampai dengan hak untuk memperoleh informasi publik
Untuk itu, lanjutnya dalam upaya mewujudkan amanat UU Keterbukaan Informasi Publik, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika mempunyai komitmen memperkuat konektivitas Internet di berbagai penjuru nusantara.
Hal ini untuk mendukung akses untuk mendapatkan informasi, layanan kesehatan, layanan pendidikan, lapangan kerja, serta membuka peluang partisipasi yang luas di bidang ekonomi, budaya, dan sosial di kemasyarakatan lainnya. " Untuk wilayah NTT hingga saat ini sudah 70% tercover layanan internet untuk membantu masyarakat NTT dalam mengakses informasi," katanya .
Sementara itu, Wakil Direktur GARAMIN NTT Program Manager SOLDIER NTT, Berti Malingara menjelakan GARAMIN NTT melalui program SOLIDER SIGAB Indonesia yang didukung oleh Program INKLUSI memberikan ruang bagi media untuk bisa mendukung upaya pengarusutamaan GEDSI dalam implementasi program SOLIDER.
" GARAMIN NTT saat ini berfokus pada isu perencanaan pengangganggaran dalam mengawal Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RAD PD) Provinsi NTT bersama Bappelitbangda, Organisasi Penyandang disabilitas di NTT dan Tim Koordinasi RAD PD NTT. Komitmen NTT melalui Perda NTT Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pemberdayaan dan Pemenuhan Hak Penyandang disabilitas menjadi ruang untuk upaya pengaru sutaaman di berbagai sektor," jelasnya.
Selain itu,lanjutnya ada 3 fokus utama program SOLIDER antara lain Desa Inklusi, Kelompok Difabel Desa dan Unit Layanan Disabilitas (ULD). Saat ini GARAMIN NTT memiliki 12 desa mitra yang tersebar di dua Kabupaten yakni Kabupaten Kupang dan Rote Ndao.
Diketahui penyandang disabilitas paling banyak tinggal di desa dan banyak mengalami diskriminasi di desa dan banyak yang masih belum mendapatkan hak sebagai warga negara yang sama dengan warga non difabel lainnya.Sehingga masih tingginya stigma Masyarakat yang mengganggap difabel tidak mampu sehingga tidak dilibatkan dalam perencanaan pembangunan dan kegiatan sosial kemasyarakatan di desa.
Oleh karena itu, lanjutnya dengan lahirnya Kelompok Difabel Desa (KDD) memberikan warna baru dimana difabel mulai mengambil peran di desa untuk mendorong pemerintah untuk melahirkan kebijakan berupa peraturan desa, layanan Kesehatan bagi difabel dan pelibatan di lingkup social dan kemasyarakatan.
Mellalui KDD ini mengalami perubahan paradigma difabel sebagai obyek pelan-pelan terkikis menjadi difabel sebagai subyek pembangunan. " Upaya ini kami harapkan bisa direplikasi di desa-desa di Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao dan Seluruh kabupaten Kupang. Namun, masih butuh waktu dan dorongan yang besar melalui berbagai pihak termasuk media dalam mendukung pengarusutamaan GEDSI di Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi NTT.," katanya.
Untuk itu, Ia beeharap melalui kegiatan ini peran media dalam pengarusutamaan isu GEDSI di NTT bisa mendorong pengambil.kebijakan melalui pemberitaan guna adanya pelindungan, dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya dalam perencanaan dan Pembangunan desa. (mnt)