WhatsApp Facebook Google+ Twitter BBM

Satukan Prepsepsi Penanganan KTP dan KTA , Sanggar Suara Perempuan Kupang Gelar Dialog Bersama Penegak Hukum

Metronewsntt.com 03-12-2022 || 00:12:17

Pose bersama

Metronewsntt.com, Oelamasi- Bicara soal masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak tentunya yang paling utama  adalah proses penanganan secara hukum bagi si pelaku dan korban.


Oleh karena itu masih dalam momentum kampanye 16 Hari Kekerasan Terhadap Perempuan ( HAKTP ), Sanggar  Suara Perempuan Kupang  atau yang  biasa dikenal dengana Rumah Perempuan Kupang, kembali melakukan sebuah dialog.


Dialog kali ini  yang dilakukan  Sanggar  Suara Perempuan Kupang  bersama lembaga hukum terkait  penerapan perperpektif gender  guna adanyaa satu kesamaan nantinya dalam penerapan perperpektif gender  bertempat di Kantor Rumah Perempuan Kupang  tepatnya di Jln Timor Raya KM 13 Tarus Desa Mata Air Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Jumat (2/12).


Adapun   tujuan dari kegiatan tersebut dapat mingkatkan kualitas layanan dan sinergisitas APH, Pengacara dan Lembaga Layanan dalam penanganan kasus Kekerasn Terhadap Perempuan (KTP)  dan Kekerasan Teehadap Anak (KTA) yang berprespektif gender.


Dialog iini  menghadirkan para narasumber diantaranya Kanit PPA  POLDA NTT  dengan materi “Mekanisme dan tantangan Penanganan kasus Kekerasan terhadap anak oleh POLDA NTT, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Olemasi dengan materi Mekanisme dan tantangan Penanganan kasus kekerasan terhadap Perempuan dan anak dalam Perpektif gender oleh Pengadilan Negeri Oelamasi, dan Pusat Layanan HAM dan Gender UNWIRA Kupang dengan materi  “Catatan Kritis Regulasi Penanganan kasus Berperpektif Gender dalam Perpektif Hukum.


Dalam kegiatan para peserta yang hadir terdiri dari APH  yaknk Kepolisian, Jaksa dan Hakim, serta  Lembaga Layanan dan Komunitas.


Ketua Lembaga Rumah Perempuan dalam  sambutannya mengatakan, kekerasan terhadap perempuan adalah Setiap perbuatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin, yang berakibat atau mungkin berakibat Kesengsaraan atau Penderitaan perempuan, secara fisik, seksual, psikologis, ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan dan perampasan kemerdekaan yang terjadi di rana publik dan  rana domestik. Salah satu penyebab munculnya kekerasan karena timpangnya relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dan anak merupakan kelompok paling rentan sebagai korban.


"Banyak faktor yang melatarbelakangi langgengnya kekerasan terhadap perempuan adalah masih menguatnya budaya patriarki yang terinternalisasi didalam nilai, norma dan aturan yang ada di tengah masyarakat. Data pendampingan SSP Kupang dalam dalam 20 tahun terakhir yakni tahun 2000 sampai 2021 terdapat 4.528 kasus kekerasan berbasis gender yang didampingi.Data ini tentu saja bukan merupakan representase dari jumlah kasus yang terjadi terhadap perempuan karena kekerasan terhadap perempuan ibarat fenomena gunung es."uangkapnya.


Menurutnya, dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini yang melibatkan multi pihak ini menjadi penting untuk terus didorong agar memiliki perspektif gender terutama dalam aparat penegah hukum yang selama ini menjadi salah satu faktor penentu dalam penanganan kasus melalui jalur hukum.


Untuk  diharapkan  dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi penting memberikan rasa empati dan nyaman bagi korban.


" Melalui kegiatan ini entunya hasil yang diharapkan peserta memiliki memiliki persepsi yang sama dalam dalam penanganan kasus KTP/KTA yang berprespektif gender." katanya.(mnt)


Baca juga :

Related Post