WhatsApp Facebook Google+ Twitter BBM

Data Pendampingan Rumah Perempuan Kupang Tiga Tahun Terakhir Persoalan KTPA Sebanyak 286 Kasus

Metronewsntt.com 17-11-2022 || 16:43:22

Ketua Rumah Perempuan Kupang, Libby Sinlaeloe

Metronewsntt.com, Oelamasi- Persoalan Kekerasan Terhadap  Perempuan dan Anak (KTPA) perlu jadi perhatian serius semua pihak.  Data Pendampingan  Rumah Perempuan Kupang/SSP Kupang tiga tahun terakhir ( 2019 – 2021) secara data  menunjukkan 286 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.


Oleh karena itu, sinergitas dari berbagai pihak sangatlah penting baik  pemerintah, swasta, lembaga agama dan organisasi masyarakat yang peduli tentang persoalan perempuan dan anak untuk memberikan perlindungan.


Demikian dikatakan Ketua Rumah Perempuan Kupang, Libby Sinlaeloe saat dikonfirmasi terkait upaya meminimalisir persoalan KTPA, Kamis (17/11) di kantor Rumah Perempuan Jl.Timor Raya Desa Mata Air Kecamatan Kupang Tengah.


Selain itu, katanya perlu membangun pusat Layanan berbasis komunitas di tiap desa/kelurahan.Dan  dukungan stakeholders kepada perempuan dan anak korban kekerasan.


Hal senada dikatakan  koordinator Divisi Pendampingan dan Advokasi Korban Rahmawati Bagang,persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak cukup tinggi, dari data dampingan Rumah Perempuan Kupang/SSP Kupang tiga tahun terakhir ( 2019 – 2021)  menunjukkan 286 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, sedangkan untuk periode Januari – Oktober 2022 dengan jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak sebanyak 96 kasus.


Jika dilihat dari rincian kasus maka menurutnya , kasus kekerasan dalam rumah tangga/KDRT menempati urutan pertama yaitu: 162 kasus, dan urutan ke Kekerasan seksual sebanyak 96 kasus.
Pada dasarnya persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang di damping oleh Rumah Perempuan Kupang/SSP Kupang ini bukan representative semua persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Kabupaten Kupang.


Hal ini di sebabkan karena masih banyak persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi namun tidak di laporkan atau tidak di damping oleh Rumah Perempuan Kupang bahkan kebanyakan perempuan memilih untuk bungkam karena budaya patriakal di mana perempuan harus tunduk kepada laki-laki  karena laki – laki di anggap sebagai orang yang bisa di jaga martabatnya sehingga walaupun melakukan kekerasan itu anggap sebagai hal yang wajar dan sebagai bagiab dari mendidik perempuan. 


Disisi lain belum semua masyarakat mendukung perempuan dan anak korban kekerasan termasuk menjadi saksi untuk proses hukum, apalagi dengan topografi kabupaten Kupang yang sangat rumit di jangkau oleh korban, keluarga dan saksi ketika membawa kasusnya ke proses hukum  karena layanan yang di butuhkan cukup jauh, termasuk tidak smua layanan yang di butuhkan oleh perempuan dan anak tersedia di kabupaten kupang.


Ini harus menjadi perhatian serius Kabupaten Kupang, sebagai bentuk kehadiran dan tanggungjawab Negara dalam pemenuhan hak warga Negara.(mnt)

 


Baca juga :

Related Post