kegiatan
(by Alhayon Vinsen)
Metronewsntt.com.-Diterangi tema “Solidaritas dan Kasih,” Kegiatan Pembinaan Keluarga Sejahtera, yang diselenggarakan Seksi Bimas Katolik Kemenag Kupang, jelang hari Raya Paskah, belum lama ini, membawa sukacita tersendiri dan kesan mendalam bagi para peserta kegiatan. Hal demikian didukung juga oleh suasana kegiatan yang berloksi di Wisata Alam Boeana KuBa-Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Prov. NTT.
Para pasutri beserta putra-putri mereka yang hadir dalam kegiatan itu diajak untuk merefleksikan perjalan hidup keluarga yang sudah dibangun sekian waktu. Refleksi tentang hidup kelurga lebih afdol terasa ketika syair lagu lama yang masih relefan hingga kini, “Sepanjang Jalan kenangan” disentil Bapak Beni selaku salah satu peserta dalam kegiatan tersebut.
“Apakah lirik lagu itu masih berlangsung dan relevan sampai detik ini?” demikian tanya alam di area wisata untuk para pasutri yang hadir.
Sembari rasa para peserta digoyahkan suara alam Boneana, tampil sebagai nara sumber pada kegiatan itu, RD. Sintus Runesi, S.Fil., M.Fil., mempertajamnya lagi dengan seloroh yang mengiris hati, “Apakah telah tercipta damai dan sukacita dalam berumah tangga atau kehidupan keluarga?
Adakah suasana kasih sayang selalu menyelimuti kehidupan keluarga atau “suasna kebun binantang’ yang ada di sana”? Sehingga membuat orang lain ‘kepo’ dengan keadaan keluarga yang kita bangun?
Selaku Pastor (Gembala umat) Sintus kemudian mengingatkan peserta, bahwa “Keluarga-keluarga kita yang beriman saat ini sedang hidup dalam zaman dengan kulturnya yang anti iman, dan budaya tidak melihat iman sebagai sesuatu yang mendasar bagi tatanan sosial. Belum lagi poilitik.
Atas sistuasi demikian, “Apakah keluarga-keluarga kita masih menjadi tempat pendidikan nilai yang utama dan terutama?” Jangan-jangan anak-anak kita belajar tentang “apa itu nilai” dari gawai?
Karena itu keluarga sebagai “Gereja Mini” (ecclesia domestica) harus bangkit lagi, sadar dan mulai memperkuat kembali perannya dan bergerak secepat kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di era digitalisasi ini dalam berburu dan mengakkan nilai. Untuk hal baik dan positif ini keluarga tidak boleh terpecah-pecah dalam perjuangannya, tandas Sintus.
Kita perlu sadar dan bangkit serta berkeyakinan teguh bahwa ada lima institusi dalam kehidupan ini terbentuk di keluarga. Seturut perspektif sosiologis, sekurang-kurangnya ada institusi keluarga itu sendiri, institusi pendidikan, institusi ekonomi, institusi politik dan institusi agama, papar Saturlino Correia, S.Th., M.Pd selaku nara sumber lain dalam kegiatan tersebut.
Intistusi keluarga adalah intitusi tertua dan pertama dari ke empat intitusi lain itu. Keluarga menjadi lembaga strategis dan penting karena segala aktivitas dan pergerakan keempat intitusi yang lain telah dimulai di institusi keluarga.
Pembinaan keluarga di zaman ini jadi penting karena pertama, keluarga turut memainkan peranan penting dan menjadi modal dasar pembangunan nasional. Kedua, keluarga sebagai cikal bakal, sumber inspirasi dan fondasi beradaban.
Ketiga keluarga yang kuat berdampak pada terciptanya Negara yang kuat. Katakan: Kesejahteraan suatu negara sesungguhnya berpangkal pada sejahteranya keluarga,” tandas Correia.
Dari dalam keluarga itu pula segala nilai dan pendidikan berkaitan dengan intitusi lain dipraktekan. Bagaimana berkehidupan sosial, saling berbagi dan solider, bagaimana berdemokrasi, saling mendengrkan dan mencari jalan keluarga untuk kepenting bersama-keluarga. Bagaimana praksis nilai-nilai kemanusiaan dan keimanan dikonkretkan.
Apa peran sang ayah, ibu dan anak-anak? Semua jelas. Seorang ayah dan ibu memberikan teladan kepada putra dan putrinya, seorang kakak menjadi panutan bagi adik-adiknya. Di sana ada visi dan misi kehidupan yang jelas dan diperjuangkan demi kebahagiaan bersama.
Keluarga dalam bahasa Sanskerta terdiri dari dua kata, “Kula”, yang berarti abdi/hamba dan ‘warga” berarti jalinan / ikatan. Jadi keluarga berarti jalinan atau ikatan pengabdian yang terjadi dalam suatu kelompok manusia yang telah dipersatukan oleh tali perkawinan, maupun hubungan darah dan urusan bersama.
Setiap anggota keluarga harus menjadi abdi/ hamba bagi yang lain. Ada unsur Fratenite, egaliter dan liberte (persaudaran, kesetaraan dan kebebasan atau liberte -liberte dalam konteks keluarga menjalani segala tugas dan fungsi dengan sukacita-) dalam keluarga.
Keluarga juga harus terbangun dalam paham moderatisme, dalam arti saling menghargai dan menghormati segala yanag bersifat pribadi. Menghormati ini tidak untuk saling menindas dan menguasai dan mendominasi, tetapi saling mengasishi satu sama lain dan setia menggalang persekutuan dan kerukunan. Sejatinya keluarga internal and eksternal selalu Ok, siap mengabdi.***