APA SENJATA KITA MELAWAN COVID-19 ? Oleh Dyah Harsitowati-Hayon
DUNIA kita sedang berada di antara harapan dan kecemasan bahkan tersisip sana-sini rasa takut yang hebat akibat wabah virus korona yang mendunia. Manusia cemas karena virus berbahaya ini masih terus menyerang sampai detik ini. Atas kecemasan ini manusia berharap –berdoa-,semoga wabah ini segera berlalu.
Harapan supaya “badai –wabah ini segera berlalu” masih dibaluti rasa takut karena “resiko maut” dari Virus Corona. Berita dan data menyebutkan, jumlah pasien semakin bertambah saban hari.Jumlah yang meninggal pun tidak sedikit. Apabila seseorang terkena virus corona, dan jika tidak seger ditangani maka maut siap menjemput. Jika harus dirawat biayanya bagaimana? Jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah? Kalau tidak ada biaya, bersyukurlah.
Situasi harap, cemas dan takut ini merasuki pikiran atau nalar sehat manusia sehingga mendorong rasa ingin tahu dan menuntut penjelasan kausal, dari mana asal virus itu. Munculah juga beragam reaksi yang menjurus kepada fitnah terhadap apa dan siapa penyebab virus itu. Data dan informasi asimetris juga telah bermunculan untuk menguak apa dan siapa yang jadi causa prima virus ini. Misalkan, Kaum Flatearth, tidak sebatas menduga, bahkan berpendapat bahwa virus ini merupakan bagian dari konspirasi elit global. Benar tidaknya informasi ini, masih mungkin.
Tetapi karena ada dukungan berita media sosial yang mengungkapkan, tertangkapnya Dr. Charles Lieber dari Havard University, ilmuwan pembuat virus korona dan menjual virus ini ke China (https://youtu.be/izgmPFcXYdw, 27/4/20/, 08.35, Wita), maka kemungkinan „salah‟ bisa ditepis.
Berdasarkan research para ilmuwan modern (Kompas.com. 24/4/20,18.35) mengungkapkan bahwa virus corona ini berasal dari hewan kelelawar dan sejumlah kelompok mamalia lain, oleh karenaitu hewan kelelawar yang paling bertanggung jawab atas wabah ini.
Reaksi pro dan kontra berkaiatan dengan asal muasal virus korona itu, melahirkan gambaran tentang perilaku atau sikap saling melempar tanggung jawab atas bumi dan atas segala akibat yang telah dialami manusia penghuni bumi ini.
Substansi pertanyaan kemudian muncul, “Apakah hewan –kelelawar yang harus bertanggung jawab kepada kehidupan atau manusia yang harus bertanggung jawab kepada kehidupannya juga kehidupan kelelawar?” Jawaban atas pertanyaan substansial ini harus segera dilaunching sehingga kesimpulan tidak sebatas dugaan, apa dan siapa yang paling bertanggung jawab? Kelompok ateis memberi reaksi beda.
Mereka memahami peristiwa pandemi global akibat virus korona ini sebagai tantangan bagi rasionalitas (manusia tentunya). Ini bukan “kemarahan Ilahi” tetapi karena manusia tidak kompeten.
Penganut agama modern berpendapatan lain. Disinyalir dari informasi media sosial, bahwa dengan bencana global saat ini, “Seperti ada keyakinan bahwa tanda-tanda akhir zaman”. Penganut agama modern bahkan percaya, bahwa virus yang sedang melanda dunia ini, adalah cobaan, ujian dan
hukuman Tuhan nyata bagi umatNya.
Memberi reaksi –sikap reaktif dan menduga-duga kebenaran suatu peristiwa adalah khas manusiawi. Seperti Ananias dalam kisah pertobatan Saulus yang ditulis Lukas (bdk. KSPB., Kis. 9:10-19) mengalami situasi yang dapat dianalogigkan dengan situasi kita saat ini. Ada harapan dan kecemasan.
Ada perasaan galau dan takut. Ia bereaksi dan menduga tentang kehadiran dan maksud kedatangan Saulus ke Damsyik. Saulus merupakan bahaya maut zaman itu.
Reaksi negatif Ananias mengarah kepada unsur fitnah. Ia begitu yakin karena atas dasar informasi yang beredar, Saulus adalah pembunuh. So pasti, ia merupakan bahaya –virus yang mengancam kehidupanya dan kehidupan orang-orang yang percaya kepada Yesus di Damsyik. Nyawah pasti bertebaran dengan hadirnya Saulus. Saulus adalah serupa wabah –virus yang mematikan.
Reaksi dan dugaan Ananias yang bersifat negatif itu berubah total ketika ia berjumpa dengan Tuhan dalam suatu penglihatan. Dalam penglihatan (doa khusuk) itu, Tuhan menyatakan, bahwa sesungguhnya Saulus sebagai sasaran reaksimu, dan menurut dugaanmu sebagai “wabah-virus maut”, akan Kujadikan “alat pilihanKu untuk memberitakan namaKu bagi bangsa-bangsa” (bdk. Kis 9: 15).
Benar demikian, Tuhan membalikan reaksi menjadi aksi nyata untuk mengatasi dugaan keliru yang cendrung fitnah dan tidak benar. Aksi nyata adalah Ananias harus menjumpai Saulus.
Implikasi apa dari kisah Ananias bagi kita orang percaya berkaitan dengan situasi kita saat ini? Apa kita terus berkubang dalam situasi harap dan cemas, galau dan takut? Apakah kita harus berubah karena Tuhan yang merubah, sebagaimana situasi Ananias? Tidakah kita membiarkan diri agar dikuasai Tuhan sebagaimana pengalaman Ananias? Jika Tuhan menguasai kita maka Tuhan juga akan menguasai virus (sebagaimana Ia menguasai Saulus dalam perjalanan ke Damsyik) dan menjadikannya sarana pernyataan Kuasa Allah kepada Manusia. Mungkinkah…? “Bagi manusia hal itu tidak mungkin tetapibukan demikian bagi Allah” (bdk. Mrk. 10:27).
Pertanyaan refleksi lain bagi kita, “Apakah melalui virus ini, kuasa kasih Tuhan mau dinyatakan bagi kita.” Apakah virus ini menjadi sarana kita mendekatkan diri kepada Tuhan, selaku penguasa dan
pemilik bumi. Apakah kita percaya RENTANGAN tangan Tuhan akan merangkul kita dan melindungi kita dari virus ini. “Jangan kamu tidak percaya lagi. Tetapi Percayalah”, sabda Yesus (bdk. Yoh. 20:19).
Tuhan juga memperlengkapi kita dengan senjata untuk berperang melawan virus ini.
Apakah senjata-senjata itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah: “Tinggal di rumah saja, jaga jarak aman, pake masker jika ke luar rumah, cuci tangan dan perkuat imun tubuh? Senjata lain adalah kewajiban melapor diri kepihak kesehatan jika pergi dan pulang dari zona merah. Jika taat memegang dan menggunakan senjata-senjata ini, tidak mustahil Mukjizat dari Tuhan, nyata ! Selain senjata-senjata yang dapat dilakukan manusia secara jasmaniah, kita juga dianugerahi “senjata rohani” pakailah itu. Caranya, ciptakan saat “hening‟ untuk menjumpai Tuhan dalam doa khusuk dan penghayataan hidup (lewat bersolider dan berbagi) sebagai senjata utama bagi orang-orang percaya dalam perjuangan bersama melawan Covid-19.
Ingatlah, bahwa senjata nyata kita yang sedang berfungsi di garda terdepan adalah tangan-tangan terampil para medis; dokter, perawat dan segala penunjang kesehatan yang sudah, sedang dan akan terus bekerja, berperang melawan virus korona.
Kita paham sekarang dan diharapkan sangat, setelah perjumpaan kita dengan Tuhan secara khusus dalam dan melalui situasi pandemi Covid-19 saat ini, kita semakin paham tentang diri dan tujuan
hidup kita, tentang virus, tentang reaksi kita, tentang keadaan bumi kita dan tentang “APA” kehendak Tuhan bagi kita manusia dan bumi, rumah kita bersama ini yang sedang dibombardir virus corona. ***