WhatsApp Facebook Google+ Twitter BBM

Analogi Perwira Dengan Pemimpin Hari-Hari Ini

Metronttdewa.com 30-01-2025 || 13:44:47

Potret

(Oleh: Suswati D. Aldrin S.Th )

Metronewsntt. com. CATATAN  Refleksi: Realitas pemilihan umum di tanah air mencatat, bahwa  setelah memenangkan pemilihan umum, secara khusus para pasangan calon (paslon) yang menang, mulai dari kepala daerah tingkat satu sampai dengan kepala daerah tingkat dua, secara prosedural kemudian ditetapkan secara resmi dalam suatu rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat.

Selanjutnya paslon pemenang pemilu diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk diresmikan secara definitif sebagai pemimpin bermasa jabatan lima tahun. Moment-moment memorial tersebut terpateri kuat pada memory warga bangsa dan para pemimpin yang baru terpilih tersebut. Sudah pasti.

Tahap berikut adalah warga menantikan eksekusi kerja para pemimpin dan atau pejabat terpilih. Kebiasaanya secara periodik (dan jika mungkin) akan dimulai pada unjuk kerja 100 hari pertama menjabat. Kemudian bersystem semester, dan tahunan. Pada periode unjuk kerja ini, akan sangat mungkin dikedepankan soal kinerja atau pelunasan program-janji.

Berhasil atau tidak berhasilnya kinerja para pemimpin terpilih tersebut, durasi waktu menjabat tetap sesuai aturan dan hukum yang berlaku, lima tahun. Selain itu, manakala rapor kinerja menuai banyak angka merah dan eksekusi program kerja tidak untuk bonum commune dan good governance  maka akan sangat mungkin memicu protes dan demo dari warga untuk melengser mereka.

Kisah Perwira Sebagai Pembanding

Topik pembicaraan seputar memimpin untuk bonum commune dan good governance, mari kita coba menganalogikannya dengan “kisah perwira” yang ditulis Lukas dalam buku “Euangelion” (Lukas 7:1-10, Matius 8:5-13). Perwira itu seorang pemimpin di wilayah Kapernaum. 

Asal usulnya tidak secara utuh dibahas, nmaun dari teks yang ditulis Lukas, kita dapat menggali informasi tentang perwira tersebut lewat pernyataan-pernyataan atau kesaksian-kesaksian orang yang ada di sekitarnya -warga yang dipimpin si perwira- kita dapat mengenal siapa sebenarnya perwira itu. 

Pertama, bandingkan kisah Lukas 7:4-5, tertulis demikian, “Ketika tua-tua Yahudi datang kepada Yesus dan mengatakan, dia layak untuk Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita.”  Pernyataan atau kesaksian ini memberi bukti bahwa  perwira itu bukan orang Yahudi atau bangsa Israel namun ia sangat mengasihi (mengayomi, melindungi, menolong dan memperhatikan) warga bangsa Yahudi, warga yang ia pimpin (layani sebagai perwira). 

Kedua, Lihat pada Lukas 7:9. Tertulis di sana, ketika Yesus berkata, “iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel. Pernyataan ini tegas menyatakan dan secara implisit menjelaskan identitas perwira itu. Dia bukan penduduk Israel atau berkembangsaan Yahudi. 

Ketiga. Bertolak dari pernyataan atau kesaksian di atas diketahui bahwa dari jabatan sebagai “perwira” dapat disimpulkan bahwa perwira itu bukan orang Yahudi karena tidak ada orang Yahudi saat itu  yang bisa menjadi perwira, bahkan oleh jabatan ini sangat jelas muncul keterangan tanpa bantahan bahwa si perwira adalah perwira Romawi. Jadi ia berasal dari Roma (Kaum penjajah bangsa Yahudi).     

Keempat, Berkaiatan dengan agama. Sangat mungkin perwira itu bukan penganut asli agama Yahudi tetapi sangat terlibat dalam kegiatan keagamaan Yahudi. Bandingkan Lukas 7:5, “Ia mengasihi bangsa kita dan membiayai pembagunan rumah ibadat kami, (orang Yahudi).

Pertanyaan, siapa atau orang mana si perwira? Terjawab oleh rekam kesaksian-kesaksian mengenai perwira tersebut, bahwa perwira itu berkebangsaan Romawi, seorang militer Romawi yang mempunyai cukup kuasa. 

LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) dalam terjemahannya menggunakan sebutan “Perwira”. Hal ini menunjukkan dia adalah pemimpin 100 prajurit atau tentara dalam kemiliteran Romawi. Jadi bawahan dia sebanyak 100 prajurit atau tentara yang siap terima perintah dan atau menjalankan komando darinya. 

Pribadi yang berstatus (atau berpangkat)  perwira adalah pribadi atau orang terbaik dalam militer Romawi. Wiliam Barcley (1907-1978)  seorang teolog dan penulis asal Scotlandia yang terkenal karena karyanya dalam bidang Alkitab dan telogi Kristen menjelaskan sebagai berikut; “Perwira yang memimpin (100 tentara itu) adalah perwira yang benar-benar terpilih. 

Sebutan lain bagi Perwira adalah “Perwira komando” (beri komando). Dia orang yang cerdas dan sungguh benar cakap dan mampu dalam memimpin dan memberikan komando. Dia seorang yang tegas, teguh dalam pendirian dan tindakan serta dapat di percaya. 

Perwira tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan perang tetapi jika terdesak siap mempertahankan setiap jengkal tanah yang didudukinya bahkan siap mati di medan perang.  Jadi perwira komando adalah orang-pribadi  “terbaik” dari seluruh Prajurit Romawi yang baik. 

Segala keutamaan, kecerdasan, potensi, kehebatan yang ia punya diabdikan secara utuh dan penuh untuk bawahan yang ia pimpin dan bangsa serta negaranya.  Ia siap melayani bangsa, negara dan warganya (khususnya tentara yang ia pimpin dan secara umum wilayah dimana ia bertugas dan berkuasa). 

Perwira dalam kisah Lukas ini bersemboyan “Wo man steht, dort trägt man den Himmel”  (Dimana bumi dipijak, di situ  langit dijunjung). Dalam menjalankan tugas-karya dan pelayanannya, ia memiliki rasa hormat dan penghargaan terhadap tempat atau budaya yang ada di sekitarnya, dan perwira tersebut mengaplikasikan semuanya sejalan dengan makna peribahasa itu. 

Adalah sangat mungkin “Keyakinannya mencahayai sikap laku hidupnya.” Prinsip hidupnya, bahwa “Kebaikan yang ditabur atau dilepaskan dengan tulus, akan kembali lagi kepada yang menabur atau yang melepas”.  

Pernyataan bijak ini mengarahkan seluruh stail (style) kepemimpinan si perwira. Ia patut dijadikan teladan untuk kehidupan, teladan untuk kepemimpinan hari-hari ini. 

Teladan Sang Perwira

Point pertama yang harus dicatat adalah Sang Perwira memiliki kepedulian tinggi pada orang lain. Dia sangat care terhadap orang Yahudi sekalipun dia bukan asli orang Yahudi. Sifat peduli  ini sebenarnya sudah nampak sebelum dia datang meminta pertolongan kepada Yesus, yakni dia sangat mengasihi bangsa Israel bahkan menanggung pembangunan rumah ibadah mereka. 

Dia juga peduli terhadap seluruh anggota dalam keluarganya. Seturut kisah, ia sendiri datang pada Yesus memita pertolongan untuk menyembuhkan hambanya atau budaknya. Budak  dalam kata Yunani: Dulos, dimana kedudukan budak amat sangat rendah bahkan boleh dianggap tidak ada harga. Dalam definisi Romawi, budak adalah barang yang bernafas dan tidak ada hak apa-apa. Jadi amat berbeda dengan pembantu rumah tangga zaman sekarang.

Sang Perwira amat peduli dengan kondisi hambanya atau budaknya yang sementara menderita itu. Suatu fakta yang sungguh elegan dan terhormat akan nilai kemanusiaan dilukiskan Alkitab bahwa Perwira itu peduli pada hamba/ budak yang sakit itu dan sangat menderita. Sang Perwira melupakan jabatan dan kedudukan tinggi untuk si hamba/ budak. 

"Ketika mendengar tentang Yesus," kisah Lukas, si Perwira berusaha mencari jalan bagaimana dia bisa menyampaikan pesan kepada Yesus. Dia butuh pertolongan untuk budaknya yang sakit itu. Dia memperhatikan orang yang tidak layak wajib diperhatikan pada zaman itu. Hambanya sedang dalam pergumulan dan dia mencari solusi. Sang Perwira tampil sebagai white angel. –Malaekat penolong. Ini lah aksi heroik, hebat dan mulia.  

Point Kedua, Perwira menunjukkan sikap rendah hati yang luar biasa. Alasanya:  a) Karena pribadinya yang rendah hati. Si Perwira tahu diri dan tahu batas walaupun ia berpangkat Perwira dalam system militer Romawi. Ia merasa diri tidak layak menjumpai Yesus, ia memohon bantuan kepada tua-tua Yahudi untuk memohon pertolongan Yesus. Oleh support dari tua-tua Yahudi itu dan menganggap dia layak maka perjumpaan dengan Yesus terjadi.

b) Karena kaitannya dengan asal usulnya Perwira yang Non-Yahudi. Dalam tradisi Yahudi, haram hukumnya (Yesus) orang Yahudi masuk ke rumah orang non-Yahudi. Perwira sadar betul akan hal ini, karena masuk ke rumah non Yahudi, berarti najis. Sehingga Yesus akan najis bila masuk ke rumahnya. Lalu di depan Yesus si perwira berkata, “Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, (Luk. 7:6).

Perwira itu adalah pemimpin, seorang atasan (beri komando kepada) dari 100 prajurit kalau dia perintah apa saja pasti prajurit lakukan. Tetapi di hadapan Yesus, ia menyatakan diri tidak pantas dan tidak layak sebagai bukti kerendahan hatinya. 

Point Ketiga, karena Perwira sangat menghargai sesama. Hal ini terbukti oleh tindakan kasihnya kepada hamba/ budaknya. Budak di mata si Perwira tidak dipandang sebagai “barang bernafas”. Budak tetaplah seorang pribadi, seorang manusia. Karena itu layak mendapat pertolongan pada kesempatan pertama. 

Penghargaan terhadap sesama yang nota bene bukan seasal atau sebangsanya ditunjukkanjuga  dengan aksi kasihnya yang luar biasa kepada warga Yahdui Kapernaum sekaligus sebagai donatur tunggal pembangunan rumah ibadat orang-orang di Kapernaum. 

Jadi cara padang, cara menilai dari perwira dan memperlakukan orang lain (sesama) sangat humanistis. Ia mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri, keluarga dan kelompoknya sendiri.

Keempat, Perwira mempunyai Iman yang hebat kepada Yesus. Imannya timbul oleh pendengaran. Bukan karena melihat dia percaya tetapi oleh mendengar semua rekam jejak Yesus dan ia percaya.  

Lukas 7:3 mencatat: “Ketika mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua  Yahudi untuk meminta Yesus datang dan menyembuhkan hambanya yang sedang sakit dan hampir mati. 

Bagi sang Perwira, Yesus harus dihormati dan dipandang tinggi mulia. Dia lah  Tuan atas segala tuan dan penguasa di bumi. Ia memberi perintah dan segalanya terjadi dan turut kepada apa yang dia perintahkan. 

Jika aku yang bawahan ini memberi komando dan prajuritku menurutinya,  apalagi Yesus yang adalah Tuhan, dan bukan bawahan siapapun. Karena itu yakinku, tidak perlu Yesus masuk ke runahku, cukup sepata kata saja (beri perintah) hambaku sembuh. 

Yesus heran atas iman perwira itu, lantas berkata kepada orang banyak yang mengikuti Dia dan yang hadir bersama Perwira itu, “Iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel. 

Aplikas dalam konteks kita, Perwira adalah pemimpin atau para pemegang jabatan yang kepadanya diamanahkan seluruh kuasa memerintah. Kuasa itu ada pada kepalan tangannya, ada pada ujung jarinya, sorotan matanya dan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Sudah pasti semua bawahan dan warga yang dipimpinnya menaati perintah dan komando yang diberikan.

Analoginya bagi para pemimpin hari-hari ini, dan jadi harapan adalah berbuatlah demikian seperti Perwira dari Kapernaum itu. Ia melakukan lebih dari yang dituntut, melampaui waktu yang disiapkan dan bekerja tanpa pandang latar belakang. Ia mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri, keluarga dan kelompoknya sendiri.

Implementasi kasihnya sungguh nyata dan tulus. Kasih baginya bukan sekedar lip servce (ucapan bibir), atau bukan sekedar nyanyian, kata-kata hampa, tetapi kasihnya mewujud pada aksi nyata. Hukum kasih yang dianut terinternalisasi  ke dalam dirinya, pikiran dan hatinya sebagai “kata kerja” (aktif) bukan “kata benda,” (pasif). * (Editor: Al Hayon).


Baca juga :

Related Post