Potret kegiatan pelatihan Digital Security
Metronewsntt.com, Kupang-Jurnalis adalah kelompok yang rentan menjadi sasaran dari serangan digital. Sehingga perlu mendapatkan perlindungan ganda.
Untuk itu dalam upaya pencegahan terjadinya serangan digital tersebut, Aliansi Jurnalis Independen ( AJI ) Kota Kupang menggelar Pelatihan Digital Security bagi jurnalis di Kota Kupang, Sabtu (25/3).
Ketua Divisi Organisasi AJI Kota Kupang, Djemi Amnifu dalam kesempatan memgatakan memasuki tahun politik tentunya sebagai pekerja pers rentan terhadap serangan diigitak, untuk pekerja pers harus dapat menjaga keaamanan datanya.
"Sebagai pekerja pers, tentunya lebih banyak data tersimpan pada perangkat lunak yakni handphone untuk data tersebut harus perlu dijaga keamanan datanya, karena di era digitalisasi ini keamanan data sangatlah penting bagi pelerja pers," katanya.
Oleh karena itu, jurnalis dalam konteks ini menjadi garda terdepan sebagai pembela hak atas informasi yang kerja-kerjanya dilindungi oleh hukum selain sebagai penjaga demokrasi Indonesia. Jurnalis juga, mengelola informasi dengan melakukan berbagai cara untuk membangun wacana publik dengan menulis dan menyebarkan perkembangan isu ditingkat lokal, nasional dan internasional.
"Kerja-kerja jurnalis untuk menyampaikan informasi kepada publik, kian berisiko di era digital. Pihak-pihak tertentu dapat menyusup, mematai-matai aktivitas komunikasi hingga merusak data yang tersimpan di perangkat,"ungkapnya.
Data AJI juga menunjukkan, jurnalis menjadi target serangan digital seperti doxing dan peretasan. Serangan digital seperti ini, lebih jauh dapat mengancam karir, kredibilitas, bahkan kehidupan keluarga.
"AJI mencatat serangan digital menjadi tren baru yang digunakan sejak 2019 untuk menghambat kerja-kerja jurnalisk. Pada 2020, AJI mendokumentasikan 14 kasus serangan digital dan 5 kasus pada 2021," tambah dia.
Ia menambahkan, untuk jenis serangan digital yang dominan menyerang jurnalis berupa doxing dan peretasan akun media sosial.
"Kemudian jenis serangan pada media yang sering terjadi adalah denial-ofservice (DDoS) dan peretasan terhadap situs.
Pelaku serangan digital terhadap anggota AJI dan jurnalis pada umumnya, bisa datang dari pihak-pihak yang merasa tidak senang dengan aktivitas yang dijalankan anggota AJI," terangnya.
Untuk kerja jurnalis, kerab dilecehkan dan saat ini yang menjadi tren di Indonesia para pendengung, yang menyerang di media sosoal termasuk pekerja pers atau jurnalis.
"Kerja-kerja jurnalis maupun untuk melecehkan secara seksual. Mereka bisa perorangan hingga pihak-pihak yang memiliki otoritas. Tren di Indonesia, para pendengung (buzzer) telah digunakan sebagai alat untuk menyerang aktivis atau kelompok kritis di media sosial, termasuk jurnalis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah," tandasnya.
Serangan digital, apapun bentuknya, tak bisa diabaikan karena kerap menjadi pintu masuk terjadinya kekerasan fisik dan seksual, dengan skala lebih luas, serangan digital dapat berdampak secara psikis karena informasi pribadi dapat tersebar masif. (mnt)