WhatsApp Facebook Google+ Twitter BBM

Perjuangan Dua Perempuan Menuju Juru Selamat

Metronewsntt.com 31-07-2024 || 13:57:25

Suswati D. Al

Metronewsntt.com.-SALAH satu kitab tua kaum Yudais yang terwaris sampai hari ini adalah Kitab Rut. Menakjubkan dan menarik untuk disimak karena di antara aneka kisah di kitab itu, tersaji satu topik menarik berkaitan dengan “kehidupan keluarga”. 

Fokus kisah adalah keluarga Elimelekh. Dalam bahasa Ibrani, Elimelekh artinya “raja”. Istrinya bernama Naomi. Nama ini dalam bahasa Ibrani artinya “menyenangkan”. Dikisahkan, bahwa keluarga Yehuda ini pindah ke daerah Moab setelah kembali dari pembuangan di Babilonia karena kelaparan hebat yang melanda daerahnya kala itu.  

Elimelekh mempunyai dua orang putera, Mahlon dan Kylion. Nama Mahlon berarti “putera lemah”, dan Kylion dalam bahasa Ibrani berarti ‘merindukan”. Istri dari kedua putera Elimelekh berasal dari Suku Bangsa Moab. 

Dengan menantukan putri-putri Moab, Orpha dan Ruth dan pengungsian keluarga Elimelekh ke Negeri Moab sesungguhnya adalah sikap menghindari hukuman (upah dosa yang termanifestasi pada kelaparan) sekaligus “membelakangi” Tuhan. Dua sikap ini merupakan pelanggaran besar terhadap hukum Taurat dan tindakan berakibat fatal.

Buktinya jelas tersaji  pada Kitab Rut (1:3-5); Elimelekh mati dan juga kedua putranya. Tinggalah Naomi istrinya dan kedua menantu perempuannya. Status janda harus di sandang Naomi sebagai orang asing di Negeri Moab. 

Naomi menjanda sekarang. Status sosial ini di kalangan Suku Israel adalah status sosial yang sangat rendah. Dari segi finansial, kepemilikan harta gono-gini dan kehidupan sosial itu sendiri. Naomi tidak memiliki dan mewariskan apa-apa. Semua harta kekayaan kembali ke pihak suami. Ia juga ditinggal sendirian di negeri asing Moab, karena kedua anak laki-laki telah meninggal. 

Menjadi menarik kisah ini karena dengan harapan besar mengungsi ke Moab untuk melangsungkan kehidupan yang lebih sejahtera, justru di Moab ditimpa duka mendalam akibat kematian orang-orang kesayangan. Duka dan kesusahan ini menjadi “turning point” bagibNaomi untuk kembali ke kampung asalnya, di Betlehem-Tanah Yehuda.

Kepulangan Naomi diikuti oleh kedua menantunya, Orpa dan Rut. Pertanyaannya, seberapa setia kedua menantu perempuan ini terhadap mertuanya yang telah menjadi janda? Jawabannya tersaji (bdk. Rut, 1:6-13) seperti berikut. 

Ada argumentasi yang begitu hebat yang dilakukan oleh dua menantu perempuan kepada istri mendiang Elimelekh ini manakala Naomi, istri mendiang Elimelekh menghalangi kedua menantu ini mengikutinya pulang ke kampung asalnya. Ia justru menyuruh mereka tetap di Moab bahkan kembali kepada ibu mereka. 

Naomi memberikan kekuatan kepada menantunya dengan pernyataan ini, “TUHAN kiranya menunjukkan kasih-Nya kepada orang-orang yang telah mati itu dan juga kepadaku. Kiranya atas karunia Tuhan kamu mendapat tempat perlindungan, masing-masing di rumah suamimu. Pulanglah, anak-anakku. Jangan turut dengan aku,” kembali ke kampong asalku.

Lebih lanjut Naomi menjelaskan (bdk. Rut. 1:8-13), “Kalian masih  muda, masa depanmu masih cerah.” Pada titik ini sebagai mertua, Naomi bukan menolak tidak mau di damping di hari tuanya  tetapi mertua yang baik ini sedang memikirkan nasib dan masa depan kedua menantu perempuannya. 

Larangan yang dipatok Naomi, istri mendiang Elimelekh ini menjelaskan kepada kita keakraban keluarga dan keintiman relasi antara mertua dan menantu-menantunya. Atas penjelasan Naomi yang sangat masuk akal dan otentik, akhirnya Orpa, salah satu menantunya  tinggal menetap dan tidak lagi menemani Naomi kembali ke Tanah Yehuda. 

Sedangkan Rut, menantu yang lain tetap keras hati mengikuti, mendampingi Naomi mertuanya kembali ke kampung asalnya. Rut menjadi seorang menantu yang dapat meluluhkan hati mertuanya dengan argumentasi karismatis manakala Naomi mertuanya berusaha keras mengharuskanya untuk tetap tinggal, tidak boleh mengikutinya. 

Kata Rut, “Kemana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam; bangsamulah bangsaku, dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan.” 

Argumentasi di atas merupakan pernyataan tekad dan kesetiaan sorang menantu pada mertuanya. Tanda nyata kesiapan mendampingi, tinggal bersama dan kesediaan melayani dengan tulus mertua yang telah kehilangan suami dan putra-putra kesayangannya. 

Kejadian ini menyadarkan Naomi harus bangkit dari duka yang panjang dan memulai hidup baru bersama menantunya, sehingga ketika tiba di kampung halamanya, ia mengatakan kepada yang memanggilnya, Naomi, ”Jangan panggil aku Naomi tetapi pangilah “Marah,” yang berarti “pahit”. 

Pergantian nama dari Naomi ke Mara adalah lukisan perjalanan kehidupan yang dialami Naomi. “Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku. Dengan tangan yang penuh aku pergi (ke Moab), tetapi dengan tangan kosong  Tuhan memulangkan aku (Ke Betlehem- Tanah Yehuda.) Kepahitan dan kesusahan hidup sungguh dialami Naomi dan Rut menantunya adalah saksi mata kehidupan Naomi.
 
Bagaimana proyeksi reflektif kisah ini untuk kehidupan beriman kita? Seperti ini, (pertama), Sikap Elimelekh. Dengan berbalik membelakangi Tuhan adalah tindakan yang keliru dan kurang bijak. 

Seharusnya dalam kesusahan sebagai terpaan “cobaan,” Elimelekh tetap berada di tanah yang dijanjikan walaupun situasi kelaparan sebagai cobaan hidup memungkinkan Elimelekh menuruti keinginan sendiri. Ia mencari sejahtera dan selamat di luar kehendak Allah, dengan pergi ke Moab. Kiranya sikap ini menjadi pelajaran berharga bagi orang-orang percaya untuk tidak gegabah berpaling dari Allah.

(Kedua), Kesusahan Naomi. Kesusahan itu tiada tara dan Tuhan menyiapkan baginya seorang penolong di masa sendiri dan menjelang usia lanjut. Rutlah penolong itu. Proyeksi reflektif adalah sehebat apapun kita, semampu dan sesanggup apapun, kita tetap membutukan Tuhan melalui pendampingan orang lain.

Di tengah beban hidup yang kita alami dan tantangan yang begitu besar, hendaknya jauhkan sikap menutup diri atau tertutup. Sudah pasti Tuhan menolong kita melalui orang lain. Seperti Rut untuk Naomi dan tentunya ada banyak Rut yang disediakan Tuhan untuk mendampingi kita dalam kesusahan-kesulitan hidup. 

Rut-Rut lain itu bersedia berbagi beban yang kita pikul. Bagi mereka “berbagi itu bahagia dan indah”. Rut-Rut lain itu siap meringankan beban derita kita walaupun tidak menyelesaikan masalah kita. Kehadiran Rut-Rut itu bermakna dan dirasakan. Terimalah tawaran Rut-Rut itu.

(Ketiga), Jangan hanya menjadi Naomi tetapi juga Rut dalam kehidupan hari-hari ini.  Naomi mengajarkan sikap “membaharui diri.” Kisah ini juga mengajak kita untuk punya “kepekaan” sebagaimana “kepekaan” Rut. Kepekaan membuat Rut amat peduli pada Naomi. Ujung kisah Rut dan Naomi,  dia – si Rut – melalui Naomi berjumpa dengan Boas. 

Kisah lanjut, dari Rut dan Boas secara garis keturunan atau garis silsilah menurunkan Yesus, penolong sejati dan Juru selamat manusia. Karena itu “Jadilah Rut, yang siap menolong dan jangan Cuma jadi Naomi yang butuh pertolongan”.

Cerminan kisah ini bagi kita, “Barangkali Tuhan meletakan kita di tempat yang tidak kebetulan untuk tujuan khusus”. Bahwa melalui sedikit kepekaan dan kebaikan kita orang lain tertolong, melalui sikap murah hati kita, orang lain mampu melanjutkan kehidupan. Kita adalah Rut lain, yang siap hadir untuk menolong dan menopang orang lain.*(Penulis Penyuluh Agama).


Baca juga :

Related Post