Penyuluhan agama
(By Suswati Aldrin)
Metrinewsntt.com- “Mendekatkan pelayanan merupakan misi penyuluh agama. Karena itu para penyuluh multi agama yang berkedudukan sebagai Aparatur Sipil Negara pada Unit Kerja Kementerian Agama Kabupaten Kupang merespon misi ini dengan turun melakukan “suluh iman” di ke kecamatan dan beberapa instasni pemerintah di seputaran wilayah Pemda Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.”
Di beberapa Kantor Kecamatan yang terjangkau lokasinya, saban hari para penyuluh memiliki jadwal tetap melakukan “suluh iman” atau tepatnya, “Bimbingan dan atau penyuluhan Agama”.
Bimbingan agama ini dilakukan untuk meneguhkan iman, mendasari dan menyemangati aneka aktivitas lanjutan baik secara kedinasan-kenegaraan maupun pelayanan kemasyarakatan lainnya, membawa pencerahan dan sebagai point of support starting menyiapkan para pelaku pelayanan kemasyarakatan untuk selanjutnya melayani dengan sungguh dan dengan hati.
Belum lama lalu, pada senin kemarin dan sebelumnya (13,17/5/2024). Para penyuluh multi agama secara bersama melakukan bimbingan agama dan konsultasi di Kecamatan Kupang Tengah, dan juga ikut hadir dalam membahas aneka persoalan sosial, mulai dari persoalan agama, layanan bantuan kemasyarakatan berkaitan dengan masyarakat miskin dan tertinggal, persoalan lahan sampai dengan persoalan kesehatan (manusia dan hewan piaraan).
Suluh iman berupa bimbingan agama yang dilakukan penyuluh multi agama ini, direspon positif dan diterima dengan ramah oleh pimpinan setempat dalam hal ini camat, jajaranya dan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di kantor kecamatan.
Bukti konkretnya termanifestasi pada kehadiran bersama di “ruang bina iman”. Selain itu terlibat aktif juga dalam seluruh rangkaian acara bimbingan agama dan acara lanjutannya, yakni pembinaan pegawai yang dilakukan oleh camat.
Berkaitan dengan bimbingan agama, penyuluh senior, Suswati, S.Th di hadapan Camat Kupang Tengah, Robianto Moek, SH., para pejabat strutukral dan fungsional yang ada dan seluruh peserta bimbingan agama yang hadir, Suswati mengedepankan tema, “Mari Menabur Kebaikan.” Tema ini diinspirasi dari Bacaan Suci Yohanes 6:1-15. “Yesus memberi makan lima ribu orang.”
Refleksi Suswati menggarisbawahi, bahwa “Mujizat perbanyakan roti dan ikan” terjadi dalam situasi terjepit, situasi tidak logis, tidak masuk akal dan upaya tidak terjangkau manusia, dan hanya Tuhan yang bisa diandalkan.
Bagi manusia dalam konteks kehidupan sosial, soal memberi makan lima ribu orang hanya dengan lima roti dan dua ikan ini adalah suatu “proyek mustahil.” Karena bila dibaca dari paradigma matematis dan logika pun terbukti kemustahilan itu. Mana mungkin? istilahnya.
Proyeksi reflektif atas situasi terbatas ini untuk kehidupan manusia beriman, khususnya bagi bapak/mama, saudara/ri, siapapun kita yang sedang mengalami wilayah tidak masuk akal, suatu situasi batas, keadaan yang tidak lazin untuk realitas logika dan tidak sesuai perhitungan matematis, bahwa karya Allah yang serba ajaib dapat terjadi. situasi-situasi batas itu adalah indikasi bahwa kita sedang ada di wilayah mujizat Tuhan.
Konteksasi pengalaman manusiwai dalam kisah injil itu adalah support sistem bagi kehidupan iman yang dinamis dan selalu ada dalam rancangan Allah.
Dengan kisah 5 roti dan 2 ikan mengenyangkan 5000 orang adalah bukti nyata bahwa Mujizat dimulai di wilayah hati, yang murah hati, ‘Jika bukan kemurahan hati anak kecil yang NN, bukan siapa-siapa menyodorkan 5 roti dan 2 ikan, mana mungkin ada kisah perbanyakan roti – walau bagi Tuhan semuanya bisa mungkin.
Benarlah juga bahwa rancangan Allah selalu di luar kendali manusia, Jadi pokok mujizat datang dari Yesus bukan soal si anak NN dengan bekal roti dan ikannya. Di sini mujizat menumbuhkan dan meneguhkan iman berkat kemurahan dan keterbukaan hati pada Yesus.
Ingatlah kita semua, bahwa ketika segala persoalan dan segala yang ditanggungkan kepada kita diserahkan kepada sang Khalik Semesta, masalah selesai dan teratasi. Bahkan berkat Tuhan masih tersisa yang bisa digunakan. Kita senantiasa tercukupi. Karena itu teruslah menabur kebaikan. Itu saja.
“Memberi dari diri dan dari hati yang ikhlas kepada sesama, peka dan peduli pada sesama (yang susah, haus, lapar dan berkekurangan) maka Yesus akan menggandakan berkat bagi pemberi. “Hanya 5 roti, berkatnya menjadi 12 bakul/ kerajang kelebihan (tersisa).”
Untuk lahirkan mujizat, taburlah kebaikan. Tabur itu berarti mengambil dari diri segala yang Tuhan anugerahkan dan beri lagi kepada yang membutuhkan. Mujizat terjadi, di sana. Inilah perhitungan logis dan matematis dari mujizat. “dengan memberi, menerima.”
“Kisah injil sperti yang didengar jam ini, harus menjadi rujukan dalam kehidupan beriman kita, dan jadi bahan refleksi dalam kehidupan sehari-hari,” tandas penyuluh senior itu. Bahwa si anak NN dalam kisah tadi hilang kisahnya, “Setelah masalah selesai, semua sudah dapat makan, kelebihan 12 bakul terkumpul, menurut bapak, ibu, semua kita yang hadir, di mana anak itu? tidak ada, hilang, keluar dari kisah, tidak disebutkan lagi, dan siapa yang dibicarakan? Hanya Yesus.
Simaklah, bahwa “Ketika anak menjadi sentral pembicaraan sebelum mujizat terjadi, tokoh yang penting karena modalnya yang dipake untuk memberi makan 5000 orang, Si NN, kemudian hilang dari perbincangan. Si anak NN itu lenyap dan yang muncul tetap satu nama, satu pribadi, yaitu Yesus, pribadi agung, tetap Allah, tetap Dia yang ditinggikan.
Orang-orang (5000 orang itu) tidak bicara soal anak kecil. Di sini, Yohanes Penginjil fokus melanjutkan kisahnya tentang tokoh besar tetap tampil dan akan tampil, yakni Yesus Tuhan.
Dalam konteks “Menabur kebaikan atau berbuat baik bagi sesama, biarlah aku makin rendah dan Tuhanku makin ditinggikan, kalaupun namaku tidak disebut tidak masalah, yang penting nama Tuhan disebut. Biarkan nama Tuhan dipuji dan dimuliakan.
Giat menabur kebaikan bagi sesama, tidak harus yang besar kebaikan; 5 roti dan 2 ikan saja, bukan soal jumlah tapi soal nilai. Kebaikan dan menabur kebaikan bukan soal jumlah, berapa banyak? Bukan! Itu soal kualitas, dan kebaikan tidak ada kadar selain satu kadar kualitas kebaikan adalah kebaikan dan tetap kebaikan.
Kebaikan yang kita tabur, walau kecil akan diterima dan diperhitungkan Tuhan sebagai kebenaran dan oleh Tuhan dirubah menjadi berkat bagi orang lain. Ya, bicara tentang “kebaikan”, kita pun harus tau muaranya; apa itu? Tuhan dimuliakan, Tuhan ditinggikan, Tuhan diagungkan.
Kebaikan yang ditabur hendaknya juga tidak atau jangan sampai melukai, atau merendahkan. Carilah cara supaya kebaikan yang dilakukan dan dengan lembut dijalankan menjadi berkat bagi diri sendiri dan orang-orang terkasih yang ada dihidupmu.
Kebaikan seperti itu akan menggetarkan sorga dan menggugah Tuhan tersenyum. Tuhan akan pegang pemberian itu menjadi berkat bagi orang itu, dan yakin-percayalah, bahwa apa yang ditabur, itu yang di tuai, kebaikan yang kita tabur punya cara untuk balik dan kembali pada kita, (bdk Galatia 6:8-9). Selamat menabur kebaikan karena kita akan menerima kebaikan, demikian peneguhan yang dogoreskan diakhir bimbingan agama. (***)