WhatsApp Facebook Google+ Twitter BBM

Harapan Hidup, Mortalitas, Natalitas dan Morbiditas NTT

Metronewsntt.com 28-11-2023 || 00:00:30

Frans Go

“Jiwa yang sehat dalam tubuh yang kuat” merupakan pepatah kuno yang mencakup hidup manusia dalam keseluruhannya. Menjadi sehat dengan demikian bersifat holistik, yaitu seluruh jiwa dan tubuh dari seseorang. Dengan lahir sehat, tumbuh sehat serta terus menjaga kesehatan seseorang lantas dimungkinkan untuk berkarya memenuhi hidupnya. Demikian pula pembangunan kesehatan dari sisi pemerintah diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar semakin terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Tulisan ini hendak menyorot konteks Nusa Tenggara Timur yang hendak maju dalam hal kesehatan masyarakatnya.


Kesehatan adalah Inti Hidup

Tidak ada yang menyangkal bahwa kesehatan atau berkeadaan sehat atau menjadi sehat merupakan inti kehidupan. Ketika kita kehilangan kesehatan, kita kehilangan sesuatu yang menyokong hidup itu sendiri. Maka jika bicara tentang pembangunan, kesehatan kiranya merupakan aspek dasar yang bukan hanya harus dipenuhi secara standar atau a la kadarnya, melainkan prima, maju, ditingkatkan dan terus dikembangkan sehingga cepat tanggap dalam melayani kebutuhan masyarakat. Pembangunan kesehatan dengan demikian diselenggarakan dengan berdasarkan pada perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan. Mereka yang rentang itu membentang dari ibu, bayi, anak, lanjut usia (lansia), diffable hingga keluarga miskin. 


Sebagaimana termakhtub dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Tiimur tahun 2019-2023, Pembangunan kesehatan di NTT diarahkan untuk meningkatkan Usia Harapan Hidup (UHH). Hal itu ditempuh melalui program prioritas peningkatan aksesibilitas dan kualitas layanan kesehatan yang terdiri dari kegiatan berupa peningkatan upaya kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, peningkatan pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia kesehatan, peningkatan kualitas manajemen kesehatan, serta peningkatan tata kelola kependudukan dan catatan sipil.
Sebagai turunan sekaligus langkah strategis untuk meningkatkan UHH di atas, hendak dicapai pemenuhan sistem kesehatan daerah. Diupayakanlah kemudian manajemen dan informasi kesehatan, SDM kesehatan, pembiayaan kesehatan, obat, vaksin dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, penelitian dan pengembangan kesehatan, serta upaya kesehatan. Hal-hal seputar peningkatan kesehatan di atas menjadi acuan sinergi pembangunan kesehatan pusat dan daerah, sinergi dengan Kabupaten/Kota, investasi swasta, lembaga internasional dan partisipasi masyarakat. Singkatnya Pemerintah Daerah Provinsi NTT mengupayakan langkas strategis untuk meretas masalah kesehatan yang melanda wilayahnya. Kesehatan berhubungan erat dengan hidup itu sendiri sebagai nilai tertinggi yang selayaknya dijaga, dipertahankan, ditingkatkan dan dijunjung tinggi.


Usia Harapan Hidup


Data terbaru terkait Usia Harapan Hidup di lima tahun terakhir menunjukkan bahwa NTT belum sepenuhnya dikatakan layak memenuhi standar minimal harapan hidup. Kenaikan di lima tahun terakhir tersebut hanya 0,25 persen per tahun. Dengan angka 66,07 UHH kiranya masih di bawah standar yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO), yaitu minimal sebesar 71. Di tahun 2017 misalnya Kota Kupang merupakan Kabupaten/Kota dengan usia harapan hidup tertinggi yaitu sebesar 68,58. Sementara itu kabupaten dengan usia harapan hidup rendah yaitu Kabupaten Sabu Raijua sebesar 59,00 dan Kabupaten Alor sebesar 60,47. Jika harapan hidup masyarakat belum sepenuhnya terjamin, maka kegelisahan dan kecemasan adalah awal dari solusi dan langkah aksi. 


Mortalitas dan Natalitas


Kematian dan kelahiran merupakan bingkai kehidupan. Dalam bingkai tersebut, diandaikan kesehatan sebagai hal yang alamiah. Akan tetapi tidak bisa dibenarkan bila kesehatan tidak diupayakan. Sebagai bentuk rasa syukur dan tanggungjawab atas hidup, kesehatan bukan hanya perihal alamiah namun juga upaya merawat dan menjaganya. Jadi ada semacam “langkah sengaja” dan “desain pintar” serta “jenius aksi” dari berbagai elemen masyarakat untuk mewujudkannya. Menyerah pada keadaan dan membiarkan begitu saja masalah kesehatan kiranya bukan merupakan bentuk dari kepasrahan iman, namun keterbataan dan penyia-nyiaan hidup itu sendiri. RENSTRA Dinas Kesehatan Provinsi NTT 2019-2023 di atas menyajikan data Angka kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) yang merupakan indikator utama dalam mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan. AKI, AKB dan AKABA diukur melalui survei yang dilaksanakan secara nasional. Hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia menunjukan bahwa AKI, AKB dan AKABA Provinsi NTT berada di atas rata-rata nasional dimana AKI Provinsi NTT sebesar 539 per 100.000 kelahiran hidup, jauh di atas rata-rata nasional sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. AKB Provinsi NTT sebesar 45 per 1.000 kelahiran hidup, di atas rata-rata nasional sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKABA Provinsi NTT sebesar 58 per 1.000 kelahiran hidup di atas rata-rata nasional sebesar 40 per 1.000 kelahiran hidup. Jika angka kematian lebih tinggi dari angka kelahiran, maka inilah kiranya genesis dari kemendesakan langkah strategis untuk menekan angka kematian. Ini bukan fenomena alam, tetapi mengakar dalam struktus sosial masyarakat yang bisa didesain lewat kebijakan publik. 


Keluar dari Kelumpuhan Morbiditas 


Morbiditas itu melumpuhkan. Hal ini terkait erat dengan lingkungan yang bersih dan pola hidup yang sehat. Morbiditas (Kesakitan) “menunjukkan ada tidaknya keluhan kesehatan yang menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari baik dalam melakukan pekerjaan, bersekolah, mengurus rumah tangga maupun aktifitas lainnya. Keluhan yang dimaksud mengindikasikan adanya jenis penyakit tertentu yang dirasakan penduduk. Persentase penduduk yang mangalami keluhan kesehatan yaitu mengalami gangguan kesehatan atau kejiwaan, baik karena penyakit akut, penyakit kronis, kecelakaan, kriminal atau hal lain,” ungkap Renstra NTT. Biarlah kiranya dinas kesehatan dan instansi serta pihak yang memiliki data untuk menyebutkan jenis penyakit serta angka yang melanda NTT. Yang jelas morbiditas juga bukan fenomena ilmiah bak sungai yang mengalir begitu saja, namun bisa diantisipasi lewat langkah konkret sebagai manusia, “by design” dengan cara meningkatkan mutu hidup berdasarkan bonus demografi. Lugasnya, bukan hanya pengadaan fasilitas dan layanan kesehatan sebagai upaya standar dan paling minimal, melainkan pemutakhiran teknologi, penerapan hidup sehat dan aksi cepat tanggap preventif terhadap berbagai macam potensi penyakit yang ada di lingkungan sekitar. 
Mari su ketong baku jaga (Bajaga)!

 


Baca juga :

Related Post