WhatsApp Facebook Google+ Twitter BBM

BERI YANG TERBAIK” DI TAHUN POLITIK

Metronewsntt.com 16-05-2023 || 12:40:10

Vinsens Al Hayon (Penyuluh Agama Kemenag Kab. Kupang)

Metronewsntt.com- WAKTU terus melaju. Realita ini tidak bisa dihindari, dan kita hanya siap meniti tanpa perlawanan menuju “tahun besok.”  “Tahun besok” itu, di tanah air ditetapkan dalam jadwal sebagai puncak tahun politik. 


Dalam konteks partisipasi demokratis, seluruh warga bangsa diberi ruang untuk memilih pemimpin bangsa di “Tahun besok”. Kita perlu “seseorang” untuk memimpin, dan bersama rakyat menghantar bangsa ini “ke depan.” “Ke depan” itu sendiri adalah sederetan atau suatu kurun waktu untuk menjaga eksistensi kita, eksistensi bangsa kita. 


Memang “ke depan” masih misteri bagi kita namun karena harus dimulai  dan bersinergis dengan waktu sekarang maka “kehendak dan aksi” yang tepat untuk mengkover sesuatu untuk masa depan adalah memilih seorang pemimpin “yang terbaik” untuk bangsa ini.


“Memilih yang terbaik” adalah juga “memberi yang terbaik” dari kita, oleh kita, dan untuk kita, agar eksistensi kita, eksistensi bangsa menjadi abadi dalam sejarah, dan bertujuan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan, sementara aspek kesatuan dalam kebersamaan adalah harga mati.  


Untuk tahun yang sedang berjalan ini adalah waktu reflektif, saat-saat mengkritisi dalam berupaya memberi “yang terbaik.” Kebaikan kecil, kebaikan sedang dan kebaikan besar jika diberi dalam semangat melayani dan didukung atas nama panggilan maka niatan “memberi yang terbaik” yang kita punyai akan terus bertumbuh dan membuahkan hasil. 


Karena terus bertumbuh maka ia bermisi menyejahterahkan semua orang yang dilayani dan si pelayan bahagia. Ia kemudian terus berbiak dan sambil berbiak, beranak-pinak. Karena itu yang dibutuhkan hanyalah dua hal; loyalitas dan totalitas dalam memberi (=pelayanan). 


Tidak semudah membalikan telapak tangan untuk ejawantah loyalitas dan totalitas dalam pelayanan karena memberi yang terbaik, apalagi “benar,” karena harus bergelut dengan perjuangan dan tanggungjawab kemanusiaan dan kebangsaan/ tanah air. Sarat dengan hak, berat dengan kewajiban. Mungkin, sukses dan gagal datang dan pergi, kecewa gembira silih berganti. Tetapi tetap harus maju dengan fokus pada pelayanan seluruh rakyat. 


Episode drama tentang pemimpin dan kepemimpinan terus berjalan sampai detik ini. Setiap episode memungkinkan kita membuka kisah kita “kemarin” yang dapat saja berjibaku di arena licin tapi menarik, bernuansa licik tapi resik. Repot tapi asyik. Sulit tapi wajib. Ruwet tapi gairah. Berbahaya tetapi mempesona. Penuh jebakan tapi rindu menarik pesona. Jemu tetapi kembali selalu mempesona. Penuh gejolak tapi semarak. Bisa diperhitungkan tetapi ‘ambiar’ tidak terduga, ungkap politikus kawakan NTT, Kanis Pari. (Kanis Pari, Jangan Takut Berpolitik: Jakarta, 2004).


Realita aksi yang kontradiktif seperti tergambar di atas memberi bukti bahwa membibit kebaikan dan kebenaran dalam pelayanan susah-susah gampang. Tetapi sekali bertumbuh, ia terus bertumbuh dan sampai beranak pinak. Buahnya terukir dalam kenikmatan kesejahteraan bersama dengan nama “Pencapaian bonum commune”. 


Tahun ini dan beberapa bulan ke depan, sampai dengan hari memilih pemimpin, hendkanya mengajak kita omong tentang tiga di antara berbagai jenis pemimpin versi Kanis Pari, yakni pemimpin besar, pemimpin tenar dan pemimpin bijaksana. 


Pertama, pemimpin yang besar, adalah pemimpin yang dipuja-puja karena tindakan dan perbuatan besar yang jelas kelihatan. Sekitarnya ramai, penuh pengikut, tidak kurang teman dan handai tolan, semua tertarik mengambil bagian dari kebesarannya. 
Kedua, pemimpin yang tenar, adalah pemimpin yang disorak-sorai; semua berputar di sekitarnya, berebutan kecipratan secuil ketenaran guna popularitas kapan-kapan. Memanfaatkan waktu memetik keuntungan diri. 


Ketiga, pemimpin yang bijaksana, bergulat dengan pertimbangan dan tanggungjawab hati nurani sendiri. Ia biasanya salah dimengerti, dinilai keliru tetapi punya terobosan baru untuk seluruh orang-orang yang bekerja bersamanya. 


Pemimpin yang bijaksana tidak tenggelam dalam puji, lupa diri dan akhirnya runtuh berderai. Ia tidak mabuk popularitas, goyang kesimbangan dan akhirnya pecah berantakan. Ia memiliki sahabat yang paling setia adalah cuma hati nuraninya sendiri. Prinsipnya; berat yang kupikul, ringan tanggunganmu. 


Baginya, hidup hari ini sebenarnya ia bergaul dengan masa depan/ masa datang. Jika berhasil, semua kebagian sorak. Bila gagal, semua buru-buru cuci tangan! 


Ketiga jenis pemimpin ini mengajak semua kita untuk memilah-milih demi memberi yang terbaik hari ini untuk hari esok atau untuk masa depan. Masing-masing kita, ada pada jenis mana, suatu tanya untuk siap sebelum “memberi”  di hari pemilihan nanti. Pastikan, “Beri untuk kemanusiaan dan kebangsaan, untuk kesejahteraan, untuk kebersamaan dan untuk kesatuan yang abadi.***  

 


Baca juga :

Related Post