Vinsens Al Hayon
(Satu catatan reflektif)
Dengar Tuhan…
Masihkah Kau mau mendengarkan doaku
Masihkah gerangan sembahku Kau terima
Mana tanganMu…..
Gelapnya jalan kini kutempuh
Sesatkah anakmu kini melangkah
Dengar Tuhan…..
Ratapanku
Metronewsntt.com. LIRIK lagu “Dengar Tuhan,” di atas dari penyanyi Vicktor Hutabarat sepertinya menggema kencang lagi ketika perilaku kriminal yang merenggut nyawah manusia terus terjadi secara sadis, terlebih akhir-akhir ini.
Ada kasus paling kasat mata, yang sedang bergulir di “meja hijau.” Ada juga kasus berkaitan dengan pembunuhan yang dilakukan remaja, diiming mahalnya organ dalam manusia, bahkan terungkapnya kasus pembunuhan berantai yang diotaki Wowon cum suis.
Ada lagi aneka kasus pembuhunan lainnya yang terus terungkap sebagaimana diberitakan media sosial. Tidak ketinggalan pula berita di media berkaitan dengan adegan bentrok Karyawan PT GNI (Gunbuster Nickel Industry) yang menelan korban jiwa, belum lama ini.
Dengan hadirnya aneka kasus yang memakan korban jiwa itu, lirik lagu “Dengar Tuhan” seperti bertanya: “Apakah gelapnya jalan yang ditempuh untuk tidak menghormati kehidupan? Apakah sesat jalan dalam melangkah atau mengambil keputusan untuk memanifestasi perilaku menghabiskan nyawah?” Turun ke titik minuskah perilaku “Menghormati Kehidupan”?
Tentang Kehidupan, Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “setiap manusia punya hak untuk hidup,” titik. Ini berarti deklarasi itu tidak memberi batas waktu untuk hidup dan tidak memberi ruang kepada siapapun membatasi hidup seseorang dengan cara apapun. Efeknya suatu mega projek kemanusiaan diambil, yakni memperpanjang angka harapan hidup.
Atas mega projek kemanusiaan itu maka (dan ini benar) diyakini bahwa hanya Tuhan itu imortal dan manusia, siapaun dia mortal, walau ada upaya sebagian orang untuk tidak menerimanya (terbatas sekali) dan lebih banyak menerimanya, dan sangat boleh jadi ada “sebagian ahli” -dalam tanda petik- melawanya atau mengingkarinya.
Memasuki abad ke-21 manusia berjuang secara sungguh dan serius untuk hidup dan kemanusiaan, bahkan ada upaya serius menuju imortalitas. Bisa jadi anggapan bahwa perjuangan melawan usia tua dan kematian hanyalah kelanjutan dari perjuangan yang paling dibanggakan sepanjang zaman yakni perjuangan melawan kelaparan dan penyakit, tulis Harari dalam “Homo Deus,” (Harari. 2018) .
Perjuangan secara sungguh dan serius untuk kehidupan manusia menjadi nilai tertinggi dan merupakan hal paling sakral di alam semesta. Untuk hal ini setiap orang mengatakannya.
Kita mulai dari komunitas paling kecil, di keluarga, kehidupan seseorang sungguh dihargai. Penghormatan hidup terjadi sejak pembuahan dalam rahim.
Para guru di sekolah mengajarkan etika menghormati kehidupan dan tata laku menghargai kehidupan sesama. Tidak ketinggalan komunitas-komunitas suci di lokasi semadi dan praksis hidup mereka. Mereka mengagungkan hidup dan kehidupan. Di kelompok-kelompok binaan para penyuluh agama, bicara terus pokok bina: “Menghormati Kehidupan.”
Kehidupan manusia adalah hal paling sakral di alam semesta. Hal ini dikatakan juga oleh para politisi di parlemen, para pengacara di pengadilan dan para aktor di panggung-panggung teater.
Agama-agama dalam konteks lain tentang “Menghormati kehidupan” mengajarkan: “Manusia mati karena Tuhan menetapkan.” Jadi manusia menjalani anugerah hidup dan tidak menetapkan berakhirnya hidup seseorang. Atau dalam bahasa Harari (2018), “Mortalitas adalah bagian esensial dari rencana kosmis.”
Ketika sepaham dengan pandangan di atas maka tidak berbeda jauh ketika orang-orang modern mengatakan: “Kematian adalah sebuah masalah teknis (seperti kanker, kolesterol, jantung, paru-paru, mandeknya salah satu fungsi organ tubuh) yang bisa dan seharusnya kita pecahkan.” Karena itu perlu ada solusi untuk memperpanjang kehidupan –Jika Tuhan berkenan.
Muara dari ulasan terakhir ini adalah mengajak dan membuka wawasan bahwa hidup harus dihormati, bahkan diupayakan. Biarkan dia mengalir sampai ke tampungan akhir atau ke batasnya.
Mari bersama prestasi besar yang diraih kedokteran modern adalah menyelamatkan kita dari kematian premature, dan memungkinkan kita menikamti rentang penuh tahun-tahun usia kita.
Dan bersama para ilmuwan imortalitas pada masa kita ini, berjuang dan berperang melawan kematian dengan proyek-proyek ambisius tahun-tahun ke depan untuk menghormati kehidupan sembari mengakarkan keyakinan kita akan kesakralan hidup manusia di alam semesta. Glorya Dei, homo vivens (kemuliaan Allah, hidup-kehidupan manusia. ***