WhatsApp Facebook Google+ Twitter BBM

Petrus, Yudas dan Pilatus Di Jalan Derita Yesus

Metronttdewa.com 18-04-2025 || 10:20:46

Pdt. Saturlino Correia, S.Th., M.Pd.

Metronewsntt.com---ANEKA  aktivitas religius dilakukan umat kristiani pada jelang hari raya memperingati Wafat dan Kebangkitan Yesus atau Paskah. Segala aktivitas lahiriah sebagai ekspresi iman terarah kepada peristiwa sedih (derita atau sengsara) dan   persitiwa mulia (kebangkitan Yesus). 

Narasi alkitab sangat jelas, bahkan secara detail tidak hanya berkaitan peristiwa itu sendiri tetapi juga tentang para tokoh yang terlibat. Tercatat di sana tiga tokoh yang hendak disoroti secara khusus, ketiga tokoh, yakni Petrus, Yudas dan Pilatus. 
Siapa, apa sikap-laku dan tutur mereka sejauh dapat diramuh lebih lugas dalam tulisan ini untuk disimak dan jadi bahan refleksi bersama untuk membangun relgiositas dan perilaku keberimanan dan keagamaan kita.

* Ketiga Tokoh Pada Via Dolorosa
Sekilas tentang tiga tokoh sejak malam perjamuan akhir, pada via dolorosa (jalan sengsara) sampai wafat dan kebangkitan Yesus, menjadi topik menarik untuk dibahas. Dengan mengangkat ketiga tokoh ini tidak berarti meremehkan dan memandang tokoh yang lain tidak terlibat dalam sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus. 

Kita mulai dengan tokoh pertama, yakni Petrus. Nama aslinya Simon, warga Galilea, dari kaum Hibrani. Ketika jadi murid Yesus, ia menyandang nama baru, Petrus (Batu-karang). Dia adalah murid pertama Yesus, dipanggil bersama saudaranya, dan paling senior di antara para murid. 

Profesi awal adalah nelayan handal, berwatak keras dan berkemauan kuat. Seorang pemberani, pribadi berwibawa dan disegani. Karkater lainnya, dia seorang yang ceroboh, bertindak tanpa berpikir dan sok pahlawan, pengingkar janji dan penyangkal. 

Tokoh kedua, Yudas. Nama lengkapnya Yudas Iskariot. Nama belakang Iskariot memudahkan untuk menyimpulkan bawa ia datang dari kota Keriot, di Yudea selatan. Ia murid non Galilea dengan kisahnya yang menyejarah berkaitan dengan via dolorosa (jalan sengsara) dan kematian Yesus. 

Dia cerdas dan cermat dalam urusan hitung menghitung, sehingga dipercayakan sebagai pemegang pundi-pundi, alias bendahara. Yudas tertarik menjadi pengikut Yesus, karena pada masanya Yesus menjadi publik figur dengan sikap politis yang kritis terhadap sistim pemerintahan yang bobrok dan fakta bias etik-moral kehidupan para tokoh agama dan ahli kitab.

Dari kisah Injil diketahui tentang karakter Yudas yang mudah dipengaruhi. Ia menjalin relasi dan bekerja sama dengan elite politik dan elite agama (kelompok luar) untuk keuntungan pribadi, tanpa peduli dan tanpa beban moril terhadap sahabat bahkan gurunya sendiri. 

Demi keuntungan finansial ia menjual gurunya. Yudas, walau teridentifikasi sebagai  kelompok Yesus, kelompok rasul, ternyata ia memiliki agenda tersendiri. Ia pandai bersandiwara di depan mata, namun berakal bulus di belakang. 

Yudas, menurut pendapat ekseget lain, sangat menolak dan sangat bertentangan dengan pandangan Yesus, “Makan tubuh dan minum darah pemimpin (Yesus) akan peroleh hidup kekal”. Karenanya penampilannya, selalu “berwajah ganda”. Ada hal baik lain dari kepribadiannya, yakni pribadi yang menyadari kekeliruannya, sayangnya terlambat. 

Tokoh ketiga, Pilatus. Ia berasal dari Samnium, daerah perbukitan yang masih berhubungan dengan Latius Roma. Keluarganya berdiam sepanjang punggung pegunungan Apeninna yang menjorok turun ke jazirah Italia. Pilatus terlahir dari keluarga bangsawan. 


Setelah Suku Samnium dikalahkan Roma, kebangsawanan keluarga Pontius turun derajat dan diberi gelar kehormatan sebagai “equites illustriores” (golongan menengah yang sangat terhormat). 

Anngota keluarga Pilatus melayani Roma dipelbagai jabatan tinggi, baik sipil maupun militer. Ada yang terjun dalam dunia bisnis, menjadi kaya dan kemudian mendapat status senator di dalam kekaisaran.

Pilatus seorang birokrat, berprestasi di kemiliteran. Ia pejabat -wakil pemerintahan Romawi yang dipercayakan memimpin wilayah kekuasaan Romawi di Yudea atau seorang perfek (perwakilan Kaiser di daerah jauh) dengan 9000 prajurit. Pilatus cerdas, pandai dan memiliki kemampuan memimpin, karena itu dipercayakan kaisar menjadi Gubernur Yudea menggantikan Gratus.  

Berlegal standing pejabat negara, Pilatus menjalankan tugas dan jabatannya demi baktinya kepada kaisar, bahkan untuk menyenangkan sekelompok orang yang berpotensi memboikot jabatannya. Atas visi ini Pilatus diindentikan dengan An Irresponsible Leader (pemimpin yang lari dari tanggung jawab dan tidak komitmen). 

Sebagai Perfek Roma, Pilatus memiliki kecerdikan untuk menyelamatkan dirinya dari sangsi yang beresiko atas jabatannya. Ia mudah sekali menolak kewajiban untuk bertanggung jawab. “Mencuci tangan” di depan publik adalah cara-strategi dia melepas tanggung jawab dan menolak komitmen menjadi sang “Pengadil yang adil” atas kasus Yesus.  

Pada kisah pengadilan Yesus, Pilatus mengetahui hal benar, punya data dan fakta asli serta bukti kuat yang menjadi dasar putusanya, tetapi prinsip kebenaran diabaikan demi tahkta/ kuasa/ jabatan. Misi ini amat memudahkan si perfek melepas tanggung jawab sebagai “decision maker” (hakim agung). Ia malah berbalik menyerahkan putusan pengadilan kepada elite politik dan elite agama Yahudi yang nota bene adalah musuh bebuyutan atau pihak yang berkonfrontasi dengan Yesus dan para penigikut-Nya. 

Dalam kasus Yesus, dengan putusan hukuman mati di salib, bukanlah putusan objektif atas realita dan fakta bahwa Yesus bersalah. Pilatus membiarkan terjadi hukum salib (sesuai aturan Roma) demi menyenangkan para elite politik dan agama, serta menghindari kecemasan akan efek unjuk rasa massa, turun jabatan.  Pilatus cerdik namun tidak elegan, terhormat dan berwibawa dengan mengabaikan penegakkan hukum.


*Refleksi untuk kita.

Berkaitan dengan karakter tiga tokoh (Petrus, Yudas dan Pilatus), tidak jarang dijumpai dalam realitas keseharian hidup kita. Petrus yang sok pahlawan, tetapi tergesa-gesa, mudah menyangkal karena keselamatan dirinya terancam. Banyak figur ingin menjadi pahlawan kebenaran dan keadilan, pembela kaum tertindas, tetapi patokannya demi keselamatan diri dan keluarga, serta popularitas diri.  

Yudas, figur profesional di bidang tugas dan pakar akuntansi keuangan, yang mudah berskongkol dengan kelompok yang popular untuk menguntungkan diri. Sikap setia  tidak pada persahabatan, tetapi utamakan idealisme pribadi dan sangat terikat pada materi (uang). Mungkin, tidak sedikit hari-hari ini, orang-orang berkarakter seperti Yudas ini. Pepatah ini pas, “Manis di depan mata, di belakang berhati busuk”.

Pilatus mewakili kelompok birokrat-pejabat atau orang-orang yang dipercayakan pada salah satu jabatan struktural dalam suatu organisasi. Trend yang popular untuk figur ini adalah takluk pada unjukrasa massa yang mencemaskan kedudukan dan jabatannya. Dalam setiap kebiajakan yang menguntungkan diri dan kelompoknya, orang-orang itu bersembunyi dibalik perjuangan “atas nama kepentingan rakyat”. 

Karakter lain yang tersemat adalah “Cuci tangan” atas satu keputusan penting dan tunduk pada ancaman kehilangan jabatan (bisa dari unjukrasa massa dan lainya). Ego jabatan dihunjukkan dengan mengelak dari prinsip kebenaran demi jabatan yang diemban. Pertanyaan introspeksinya, “apakah sikap dan kepribadian demikian ada dan melekat kuat juga pada pribadi-pribadi yang kristiani? (Editor: Al Hayon).*


Baca juga :

Related Post