Ilustrasi satunting
Metronewsntt.com, Kupang- Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang, melalui kepemimpinan Penjabat Wali Kota Kupang, George Hadjoh mulai serius mengurusi stunting, selain program utama penuntasan sampah.
Hal terbukti melalui upaya yang dilakukan oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Kupang kini mulai bergerak dengan melakukan pendampingan terhadap 26 ribu keluarga yang beresiko stunting
Kepala Dinas PPKB Kota Kupang, drg Francisca Johana H Ikasasi mengaku telah melakukan komunikasi, informasi dan edukasi kepada sasaran yang berpotensi stunting. Sesuai data, terdapat 26 ribu keluarga beresiko stunting.
"Kelompok berisiko stunting adalah kelompok yang berisiko menjadi stunting sehingga perlu pendampingan agar tidak menghasilkan anak-anak stunting," katanya, Selasa (13/9).
Dia menyebut, sasaran kelompok yang harus didampingi ialah keluarga yang memiliki bayi balita, remaja, pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui.
"Dinas PPKB juga secara intens melakukan pendampingan tetapi tentunya harus didasari dengan data keluarga yang beresiko stunting. Kami memiliki data 26.000 keluarga di Kota Kupang memiliki resiko stunting," jelas Francisca.
Data ini diverifikasi bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Kupang dan aparat kelurahan dan kecamatan.
Ia melanjutkan, Dinas PPKB juga memiliki Kader Pendamping Keluarga yang bertugas untuk mendampingi keluarga yang berisiko stunting.
Untuk penanganan stunting dan gizi buruk, kata dia, perlu adanya kerja kolaboratif dengan semua OPD. Ia menambahkan konvergensi penanganan stunting ada dua yaitu konvergensi sensitif dan spesifik.
Konvergensi sensitif menjadi bagian dari OPD PPKB, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, PUPR, Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Tugasnya untuk memberikan edukasi dan rangsangan.
"Stunting salah satu penyebabnya adalah kemiskinan dan pola asuh. Bagaimana pola asuh sebuah keluarga yang mempunyai bayi balita atau sebelum memiliki bayi balita, 1.000 hari pertama kehidupan, bagaimana penanganannya," katanya.
Fransiska mengaku, penanganan stunting di Kota Kupang, butuh kerja sama semua pihak. Tidak bisa dilakukan salah satu dinas semata.
Menurutnya, kasus stunting di Kota Kupang fluktuatif dalam beberapa tahun terakhir 2020 sebesar 22 persen dan meningkat pada 2021 menjadi 26,1 persen dan sementara di 2022 ini sebesar 25,1 persen.
Sementara ini Pemerintah Kota Kupang juga tidak saja melakukan pengukuran atau penimbangan di posyandu atau puskemas saja tetapi juga berkolaborasi dengan pihak-pihak lainnya
Di lain sisi, ia menyebut penanganan dan pencegahan stunting tidak bisa dilakukan hanya dari satu OPD sendiri tetapi harus bekerja bersama-sama.
Sementara berdasarkan data BKKBN NTT, prevelensi stunting di NTT masih 20 persen dan saat ini masih dalam perhitungan. Terhadap pengukuran atau timbang bayi Februari terdapat sebanyak 91.032 bayi di NTT yang diukur.
"Namun hasil pengukuran terbaru akan disampaikan oleh Gubernur NTT maupun Dinas Kesehatan Provinsi NTT tanpa data kita tidak bisa melakukan intervensi yang tepat sasaran," ungkap Marianus Mau Kuru.
Selain itu, asupan makanan yang bergizi ke depannya perlu diperhatikan oleh orang tua untuk anak, maupun pemerintah. Bukan asal kenyang.(mnt)