WhatsApp Facebook Google+ Twitter BBM

UTAMA ITU DISIPLIN DAN BUKAN JUGA SOAL ‘SINGLE FIGHTER’

Metronewsntt.com 05-01-2022 || 12:33:29

Oleh Vinsens Al Hayon

(Bag. 1)
 Catatan Reflektif Pasca AFF Cup 2020

Metronewsntt.com - PARTAI puncak pagelaran laga final leg kedua AFF Suzuki Cup 2020 di National Stadium, Singapura ahad lalu (01/01/22) antara Timnas Indonesia versus Thailand masih segar dalam ingatan. Timnas Thailand keluar sebagai juara AFF Cup 2020 dan Timnas Indonesia berada di posisi runner up. Walau diketahui bahwa Tim Garuda Muda berhasil mengimbangi Tim Gajah Perang 2-2 pada leg kedua tetapi gagal meraih  juara Piala AFF 2020 karena kalah agregat 6-2.
 
Atas kekalahan ini seluruh skuad garuda muda, para analis bola, petaruh nasionalis, bandar bola pecinta tanah air, maniak bola, para suporter ‘spartan’ bahkan seluruh masyarakat Indonesia tetap tegak kepala menerima hasil. Tetap dan tulus menyampaikan ucapan terima kasih kepada Tim Garuda Muda yang telah berjuang keras mencapai laga final.
 
Sungguh perjuangan mereka tidak mudah semudah ‘membalikan telapak tangan’ untuk meraih posisi juara, dan  hanya menjadi ‘Raja Kedua” sepanjang enam kali pagelaran AFF Cup. Apa mau dikata, ‘That’s reality’. Kita juga tidak bisa bicara datar, bahwa realitas itu disebabkan oleh kehebatan Aleksander Polking, pelatih Asal Jerman untuk Timnas Thailand dan karena kekurangberuntungan Shin Tae Yong (STY) dalam menukangi Timnas Indonesia. Banyak hal dapat jadi materi reflektif bertolak dari realita AFF Cup 2020, salah duanya adalah disiplin dan bukan single fighter.
 
Disipilin dalam segala hal.  
 
Benar ungkapan ini bahwa ‘hasil tidak pernah mengingkari proses.’ Analoginya dengan disiplin tidak berjalan lurus dalam konteks pertandinging seperti AFF 2020. Karena sangat bergantung juga pada strategi, teknik dan taktik lawan tanding.  Belum lagi kemampun individu dan factor X (Faktor ini banyak). Tetapi hemat saya bangunan dasar untuk setiap individu yang professional di bidangnya dan tim-skuad dalam konteks AFF 2020 adalah disiplin dalam segala hal.
 
Disiplin dalam arti umum adalah perasaan taat dan patuh pada nilai yang dipercaya dan harus diperjuangkan untuk meraihnya dan kemudian menjadi tanggungjawab yang harus diemban. Nilai itu adalah kesuksesan atau sepadan meraih juara satu pada perhelatan AFF Cup 2020. Pada konteks ini bagi Tim Garuda Muda, bukanlah hal yang main-main. Jadi tuntutan disiplin adalah pertama dan utama. Disiplin harus jadi tanggungjawab setiap pemain baik di dalam lapangan, sepanjang pertandingan maupun di luar lapangan sebelum pertandingan. Bisa dijabarkan sendiri disiplin apa saja layaknya sebagai pemain, sebagai tim (kesebelasan) dan sebagai skuad-suatu organisasi.
 
Dalam dunia persepakbolaan modern, disiplin sekelas AFF hematku, di beberapa sektor mirip di dunia pendidikan, di antaranya, belajar dan berlatih, teori dan praktek. Jika berjalan searah, maka hasil yang diraih tidak mengingkari proses. Namun perlu pula apa yang dsiebut kesadaran metafisik bahwa disiplin di AFF sangat membutuhkan naluri manusiawi dan visualisasi tingkat dewa/ setengah dewa untuk memahami sektor belajar dan berlatih dari lawan tanding, dengannya pola praktek pada half time pertama “beda” atau “bisa sama” dengan half time kedua  dalam satu pertandingan perebutan mahkota juara. Dukungan lain datang dari faktor X tadi.   
 
Bukti nyata disiplin seperti dimaksud di atas pada pagelaran AFF Suzuki Cup 2020 terjadi tatkala Timnas Indonesia versus Timnas Thailand pada fase grup, dan Tim Gajah Perang versus Tim Garuda Muda pada laga final leg kedua. Ada disiplin dalam bertahan dan menyerang serta di setiap sektor. Siapa yang gagal dalam disiplin maka kebobolan (sembari ingat juga faktor lain yang mendukung kebobolan). 
 
Tentang “disiplin” sangat diutamakan STY. Dan itu benar sebagaimana diberitakan media sosial. Untuk meraih hasil memuaskan seorang pemain harus disiplin dalam belajar dan bermain. STY menerapkan dispilin pada skuad Garuda Muda atau Timnas Indonesia AFF Cup 2020 dengan sebutan ”discipuli” bagi para pemainnya. Kalau dunia pendidikan para pemain itu adalah “student”, yang harus belajar sepenuhnya pada STY, jadi mengandaikan tidak punya apa-apa. Tetapi STY menyapa para pemain dengan “discipuli” (murid).
Sebagai discipuli mereka harus mengikuti arahannya dan mampu menerapkannya. Sebutan/sapaan demikian karena para pemain sudah punya apa-apa dalam dirinya.  Mereka bukan kertas ‘putih kosong’ yang siap ditulis. Mereka punya skill individu dan sedikit banyak bisa menerapkan arahan STY dalam pertandingan.
 
Dsicipuli dalam konteks STY adalah pemain-pemain yang memiliki disiplin, yang bisa mengatur tata hidupnya dan bermainnya karena berorientasi pada arahan seseorang. Hakekat dari discipuli dalam konteks STY di AFF 2020 adalah seseorang yang mengenal baik karakter STY dalam melatih dan paham betul arahnnya dan bertanggungjawab utnuk menerapkannya. Dengan ini belajar dan berlatih akan terjadi dalam arena pertandingan.
 
Dalam konteks dan paham sederhahanya adalah tim STY harus mampu menguasai lawan tanding dan mengarahkan mereka mengikuti cara bermain tim. Tidak mudah, memang. Karena itu para discipuli harus belajar paham, berlatih keras dan kontinyu, serta terus berjuang pantang mundur meningkatkan kediscipuliannya dalam penerapanya sembari tidak melaupakan factor x yang aneka itu. Tim pasti bisa. (Bersambung). *** 

 


Baca juga :

Related Post