WhatsApp Facebook Google+ Twitter BBM

GURU DI MASA PANDEMI COVID-19 (Seni Menjadi Seorang Guru)

Metronewsntt.com 21-07-2021 || 12:51:50

Vinsens Al Hayon

Metronewsntt.com. MESKIPUN  perkembangan teknologi sangat maju, akan tetapi tidak serta merta menghilangkan peran guru. Alasannya karena begitu banyak sentuhan-sentuhan pendidikan yang tidak mungkin menggantikan peran guru, dan karena guru menguasai masalah-masalah pendidikan dan profesional pada bidangnya, ungkap Aunurrahman (2009) dalam bukunya, “Belajar dan Pembelajaran.” 

Menurut Mulyasa (2011) dalam bukunya, “Menjadi Guru Profesional,” Guru sangat membantu peserta didik untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi peserta didik dan membantu mereka memahami materi-materi standar. Guru melakukan ini semua dengan menggunakan bahasa verbal sebagai media utama. Guru adalah educator (eks = keluar. ducere = menghantar. Misalnya, menghantar ke luar siswa dari tidak tahu menjadi tahu, tidak berilmu menjadi berilmu dalam suatu proses pembelajaran).


Pandemi Covid-19 merubah banyak hal termasuk cara dan proses pembelajaran di ruang kelas/ di sekolah. Padahal sangat diharapkan dengan dukungan real human aproaching and human touching, para guru atau pengajar-pendidik di sekolah dapat menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi, ungkap Drost, SJ, (2006) dalam bukunya, “Sekolah, Mengajar atau Mendidik?.” 


Atas dasar pikiran-pikiran di atas, pemerintah dan swasta (public school dan private shool) kemudian merespon keberlanjutan penugasan dari orang tua/wali yang mempercayakan anak-anak mereka untuk dididik-ajar melalui proses persekolahan, dibarengi harapan agar anak-anak tersebut diperhatikan pada bidang pengajarannya dan dididik-bentuk kepribadiannya. Pertanyaanya, “Bagaimana menyikapi peran real guru dan tuntutan harapan yang dipaparkan di atas di masa pendemi Covid-19 ini?”


Prinsip Ki Hajar Dewantara


Teramat mulia peran dan tugas para guru. Lalu pada masa pandemi Covid-19 ini, bagaimana? Apakah prinsip pendidikan dari Ki Hajar Dewantara, (Ing Ngarso Sungtulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wury Handayani, (di depan, seorang guru harus memberi teladan yang baik, di tengah atau di antara murid, guru harus membangun semangat dan tekat, di belakang seorang guru harus memberikan dorongan) masih mendapat ruang untuk realisasi? Masa pendemi Covid-19 telah membatasi ruang gerak guru, dan merubah cara mengajar para guru. Fakta yang mengemuka antara lain, bahwa perjumpaan fisik di batasi bahkan hampir tidak terjadi, Dialog komunikatif face to face terlaksana pada jalur daring, human approaching dan touching mengalami pergeseran hebat. Guru hadir secara substansial saja, berada di balik “layar kaca”. Hal ini juga hanya terjadi pada yang paham teknologi komunikasi secara digital. Lalu bagaimana yang gaptek atau yang sedang dalam zona transisi? Atau yang tidak memiliki sarana (perangkat) untuk “berbuat” secara online?


Pertanyaan lain, apa pula yang harus diupayakan sehingga Prinsip Ki Hajar Dewantara tetap terlaksana? Bagaimana pekerjaan “mengajar-mendidik” seharusnya direalisasikan sehingga pembuktian eksisitensi guru tidak beralih (di masa pandemi Covid-19 ini) menjadi petani bunga, pensuplay sayur dan buah, nelayan tambak, pedagang oline, berhome industry sambil menunggu bebasnya PPKM dan sejenisya sehingga melupakan filosofi eksistensinya “agitur sequitur esse;” yang artinya seseorang menjadi atau disebut guru karena pekerjaannya, “mengajar”.


Jadi esse -nya: guru dan agere -nya (tindakan dan perannya): mengajar, mendidik dan membimbing dan lain-lain sesuai UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen bab 1, point 1; Guru sebagai pendidik  profesional dan tugas utamanya. 


Menanggapi serangkaian pertanyaan di atas, dan tetap sokong prinsip Ki Hajar, tidak salah jika mengamini jalan keluar ini; guru di masa pandemi Covid-19 harus kreatif dalam pembelajaran daring dan belajar lagi meningkatkan keterampilan digital, menggunakan aplikasi pembelajaran online sembari taat pada himbauan para petinggi pemerintahan agar dapat jumpa fisik dengan peserta didik untuk memberdayakan mereka meraih kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi di masa yang sulit ini.


 Keterampilan teknis dan interpersonal


 Satu diantara skill/keterampilan seorang guru adalah keterampilan teknis. Keterampilan yang diperlukan untuk dapat menyelesaikan suatu tugas dengan berhasil. Bagi seorang guru adalah keterampilan dalam hal mengajar, dalam hal mengolah bahan ajar, dalam hal menyusun kurikulum dan pelbagai hal sehubungan dengan proses pembelajaran.


Praktisnya adalah bagaimana mendesain pembelajaran yang akan berlangsung secara online di masa pandemi covid-19 ini dan berketerampilan setidak-tidaknya mengoperasikan sarana-sarana digital untuk pembelajaran dimaksud. Bagaimana menghadirkan jaringan komunikasi internet di sekolah atau di rumah jika harus melakukan pembelajaran secara daring. 


Semasa pandemi ini, selain mengasah keterampilan teknis, para guru pun didesak memperhatikan keterampilan interpersonalnya atau human skillnya. Apa itu ? Adalah suatu keterampilan berkomunikasi dengan peserta didik, keterampilan membangkitkan semangat dan motivasi dan keterampilan membangun karakter. Mungkinkah, keterampilan ini berjalan mendekati sempurna di masa pandemi ini? Disadari bahwa memang proses pembelajaran online terlaksana tetapi bagaimana ruang untuk implementasi kedua jenis skill itu memadai? Pada posisi ini peran guru dipertanyakan? Karena fokus perhatian guru tidak hanya mengtransferkan ilmu pengetahuan saja tetapi memiliki fokus perhatian untuk pemberdayaan peserta didik, yang sangat menekankan the real human aproaching and human touching face to face, baik dalam konteks personal maupun komunal.


Hal ini mejadi penting dan utama karena paling sentral ada 3 (tiga) unsur yang berkaitan dalam suatu proses pembelajaran, yakni guru, murid dan lingkungan. Lalu bagaimana interaksi, baik personal, komunal dan dengan lingkungan itu terwujud. Inilah hal-hal prinsip yang harus terjadi dan jadi perhatian di masa pandemi ini? 


Ketiga unsur di atas bila diejawantahkan maka peran lain sebagai inisiator dan fasilitator berfungsi dalam menjaga interaksi guru murid tetap berjalan dengan lancar sampai interaksi itu mencapai tujuannya. Atas dasar ini maka kemampuan berinteraski harus dimiliki seorang guru. Guru juga harus sanggup mencipatakan dan mempertahankan lingkungan yang kondusif bagi interaksi itu dan pandai memanfaatkan lingkungannya untuk membuat interaksi itu semakin berhasil. Para pelaku dan pihak terkait dengan pendidikan untuk masa pandemi ini, pasti berpikir keras. 


Guru dalam berinteraksi tidak melepaskan diri dari perannya sebagai pembimbing, pererat colegialitas yang tahu diri dan tahu batas. Dalam situasi pandemi ini dengan proses pembelajaran yang terjadi secara daring/ online hendaknya tidak menjadikan peserta didik menjadi penonton pasif ketika guru semakin memahirkan diri di dalam interaksi online. 


Sesuatu yang menjadi harapan kita bersama; orang tua/wali, para guru, peserta didik dan lingkungan belajar di masa pandemi Covid-19 ini adalah semoga keterampilan-keterampilan yang disebutkan di atas diefektifkan sampai mewujud dalam peran seorang guru. Jika peran itu terealisasikan dengan sungguh maka akan lahirkan suatu seni menjadi seorang guru (an art of being a teacher). Belajarlah itu, seni menjadi seorang guru di masa pandemi Covid-19 ini, yang siap, sedia dan setia mencerdasakan anak-anak bangsa yang juga adalah masa depan bangsa. “Guru berperan baik dan “memberi” yang terbaik kepada peserta didik, menjadikan bangsa ke depan “baik”, jika tidak mau mengatakan “terbaik.” ***

 


Baca juga :

Related Post